Empat bayi Kembar Kesayangan Ayah Misterius

Bab 142



Bab 142

Bab 142


Bab 142


Angin malam di pertengahan musim panas, sudah sedikit dingin.


Samara yang diterpa angin malam langsung memeluk pundaknya dengan erat dan masih berkata dengan sombong : “Bukan urusanmu, yang penting saya puas.”


Teringat pada kecelakaan yang bisa saja membuat anak itu jatuh kedalam kolam membuat dia merasa bersyukur atas kesigapannya.


Gaunnya menjadi kacau balau karena basah.


Namun, tidak peduli betapa mahalnya gaun ini, nyawa anak itu lebih penting.


Dan pada saat itu juga.


Samara merasakan sesuatu di bahunya.


Asta melepaskan jubahnya dan memakaikannya pada Samara.


Namun tangannya tidak lepas dari jubah itu, malah menarik dirinya dan jubah itu kehadapannya, dan membuat tubuhnya yang basah menabrak dadanya yang kekar.


“Asta, apa yang kamu lakukan?”


“Apa yang sedang kulakukan?” Wajah Asta menjadi gelap dan berkata dengan marah : “Kalau bisa, saya sangat ingin melakukan sesuatu padamu sekarang.”


Kata-katanya terlalu tidak terduga, mata coklat Samara menyusut drastis dan wajahnya menjadi panas.


Melakukan sesuatu?


Melakukan apa padanya?


Jubah itu ditarik lebih erat oleh Asta, dan membuat jarak diantara mereka semakin tipis.


Asta menundukkan kepalanya, dan menatap dadanya dengan gelap : “Kalau kamu tidak keberatan mempertontonkan tubuhmu seperti ini, maka saya akan memberimu kesempatan untuk mempertontonkannya didepanku.”


Perkataan Asta ini apa masih perkataan manusia?


Samara ingin marah, tapi saat dia menundukkan kepalanya, dia melihat sekilas dadanya.


Entah trrbuat dari bahan apa gaun ini, sebegitu basah langsung menampakkan semuanya…


kasanya tidak ada bedanya dengan tidak memakai apa-apa.


Tadi dia tergesa-gesa menyelamatkan anak itu dan tidak memperdulikan hal lain, dan saat dia memperhatikannya, dia baru mengerti kenapa wajah Asta terlihat begitu tegang dan tatapannya begitu membara,


“Kamu jangan salah paham…..” Samara berkata dengan malu : “Asta, saya tidak sedang menggodamu.”


“Saya tahu.”


“Kamu jangan salah paham.”


“Samara, kalau saya salah paham..


Jempol Asta mengusap bibir merah Samara dengan kasar, seolah sengaja membuat bibir yang baru diciuminya dengan ganas semakin membengkak…..


“Saya pasti tidak hanya melakukan ini padamu… kamu akan lebih malu daripada sekarang ini.”


Asta sebenarnya bukanlah orang yang dipenuhi dengan nafsu, namun saat didekatkan dengan wanita ini, dia seperti kehilangan kendali atas dirinya dan berkeliaran tanpa kendali.


Samara menatap mata tajam pria ini.


Dia dapat melihat…kalau dirinya lah yang membuat pria ini kehilangan kendali….


Dia juga dapat melihat kalau pria ini mencoba yang terbaik untuk menahan diri agar tidak membuatnya takut …


Asta membungkus tubuh Samara dengan erat menggunakan jubahnya, tapi tidak lama kemudian dia seperti merasa tidak terlalu puas, dan mengancingkan seluruh kancingnya untuk Samara.


“Naik—-”


Samara mengira dia akan duduk di kursi penumpang depan, namun dia baru menyadari keberadaan Wilson setelah melihat Asta membuka pintu belakang mobil.


Kalau begitu semua yang Asta lakukan padanya tadi, terlihat sepenuhnya oleh Wilson?


Adegan berskala besar.


Setelah masuk kedalam mobil, Asta meminta Wilson menyalakan penghangat mobil.


Wilson sudah mengikuti Asta selama bertahun-tahun, dan kalau hal seperti ini saja tidak bisa disadari olehnya, maka dia sudah butuh bantuan seekor anjing.


Dia tidak memiliki keraguan lagi dan menganggap Samara seperti Nyonya Muda nya.


Wilson menyalakan penghangat dan disaat bersamaan dia juga menekan tombol tirai partisi yang memisahkan barisan depan dan barisan belakang menjadi dua ruang terpisah.


Samara inengigit bibirnya dan menempelkan tubuhnya di pintu dengan canggung


Dia ingin menjaga jarak dengan Asta sebisanya, namun Asta sepertinya tidak peduli akan hal itu.


Dia mengikuti keinginannya sendiri, mengulurkan tangannya dan meraih tubuhnya, lalu menarik tubuh Samara kedalam dekapannya dan memeluknya dengan erat.


Ketika aroma herbal samar samar dari tubuh Samara masuk ke hidung Asta, dia menarik nafasnya dengan puas : “Kenapa kamu berada sejauh itu dariku….


Saya juga tidak akan memakanmu.”


“Asta, saya tidak mungkin….”


“Saya sudah bosan mendengarnya.” Asta menyela perkataan Samara dengan dingin dan bergumam: “Jangan bicara lagi…kamu lebih menggemaskan saat tidak berbicara.”



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.