Empat bayi Kembar Kesayangan Ayah Misterius

Bab 176



Bab 176

Bab 176


Bab 176


Samara membuka pintu dan melangkah masuk kedalam kamar.


Setelah masuk, dia menemukan Asta sedang berbaring di tempat tidur dengan baju tidur berwarna biru tua.


Dia berpikir kalau Asta mungkin sudah bangun, minum obat dan kembali tertidur.


Samara tidak mengeluarkan suara, dia berjalan dengan hati–hati ke samping tempat tidur, dan meletakkan termos di meja samping tempat tidur.


Setelah dia menaruhnya.


Dia membungkuk dan menatap pria yang sedang tidur itu dengan hati


hati.


Mata tajam pria itu tertutup rapat, dan bulu matanya yang tebal berkibar lembut, membentuk lengkungan yang anggun.


Jenggot di dagunya juga telah dicukur, memperlihatkan garis–garis wajahnya yang tegas dan berbeda.


Ck ck!


Tuhan terkadang sangat tidak adil.


Dengan kemampuan dan latar belakang pendidikannya Asta, dan latar belakang keluarganya yang sudah sempurna, dia masih memiliki wajah yang begitu tampan ....


Tidak heran jika dokter wanita seperti Dokter Patricia terpesona padanya saat melihatnya.


Saat ini.....


Samara hanya merasa terpesona dengan mengulurkan tangan, dan mencoba menyentuh bulu mata tebalnya Asta.


Tapi sebelum ujung jarinya menyentuh bulu mata pria itu, pergelangan tangannya sudah digenggam erat oleh sentuhan panas yang berapi–api.


Ketika dia menyadarinya, tubuh Samara sudah berada di bawah tubuh Asta.


“Asta... kamu pura–pura tidur?”


Di bawah tubuh Samara ada kasur empuk, dan dia tenggelam di dalamnya.


Dan saat dia ditekan oleh seorang pria setinggi 1.9 meter, tentu saja jarak diantara mereka berdua menjadi tidak ada.


“Kenapa harus pergi.” Asta mengabaikan pertanyaan Samara dan bertanay, “Kenapa kamu tidak ada di sisiku saat saya sakit dan membutuhkan seseorang untuk menjagaku?”


Dibandingkan dengan bertanya, nada bicara Asta terdengar seperti sedang melampiaskan ketidak puasannya.


“Ada begitu banyak orang yang menjagamu.” Samara menghindari tatapannya dan bertaka. “Pria, wanita, yang tua, yang muda, semuanya ada, tidak memerlukanku...”


Asta menatap Samara dengan saksama, dan mengeluarkan setiap kata dengan keseriusan.


“Tapi saya tidak membutuhkan orang lain, saya hanya membutuhkanmu.”


“Bukankah...bukankah saya sudah disini sekarang?” Samara berkata dengan cemberut. “Saya juga membuatkan sup ayam untukmu. Saya tidak tahu kapan kamu akan berpikir untuk menemuiku, jadi saya membuat sup ayam setiap hari.”


Samara juga bukan orang yang tidak tahu bersyukur.


Dia tidak membiarkan dirinya jatuh cinta, tetapi dia juga bukan orang yang tidak bisa membalas kebaikannya.


“Kamu membuatnya sendiri?”


“Bisa dibilang begitu?” Samara berkata dengan jujur, “Ayamnya dicuci oleh Javier, bahannya dimasukkan oleh Javier, suhunya juga diatur oleh Javier,


tapi ramuan obat yang ada didalamnya diracik olehku, saya menambahkan beberapa bahan yang lemah dalam sifat obat tapi membantu menambah qi dan darah, jadi seharusnya tidak akan bertentangan dengan obat yang dibukakan oleh dokter...”


Samara menjelaskannya dengan sangat serius, tetapi Asta mendengarkan dengan acuh tak acuh.


“Kamu tidak perlu memberitahuku terlalu banyak, meskipun kamu memberikan racun padaku, saya juga akan meminumnya.”


Samara pura–pura tidak mendengarnya dan melepaskan diri dari pelukan Asta.


Samara membuka termos dan mengambil sendok lalu menyerahkannya kepada Asta, dia ingin Asta meminumnya sendiri.


Asta tidak menjawab, dia hanya batuk beberapa kali, dan berkata dengan suara serak, “Bagaimana bisa seorang pasien minum sup sendiri?”


Pada saat itu...


Wilson mengetuk pintu dan masuk.


Samara memberikan sendok itu kepada Wilson: “Pak Wilson, Presdir Anda sedang sakit dan membutuhkan seseorang untuk memberinya makan, Anda bisa melakukan itu untuknya.”


Wilson baru hendak meraih sendok itu, tapi dia merasakan cahaya dingin yang melintas.


Dia segera menarik tangannya yang sudah terulur seperti kilat, dan segera mengubah arahnya dan memeluk perutnya: “Aduh, perutku sakit sekali,


saya harus ke kamar mandi sekarang.”


Akting ini rendahan sekali.


Tapi Wilson tidak peduli, dia bergegas kabur dari sana.


Asta menatap sendok yang masih berada di tangan Samara, dan menyeringai.


Sedangkan Samara hanya bisa menyendokkan sesendok sup dan meniupnya sebelum disuapkan pada Asta.


“Aak––––


Asta membuka bibir tipisnya dan meminum sup ayam itu dengan sangat senang


Syukurlah.....


Hari–hari pencarian kekasihnya hanyalah mimpi buruk yang telah berlalu.


Kekasihnya masih hidup.



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.