Menantu Pahlawan Negara by Sarjana

Chapter 231



Chapter 231

Chapter 231


Bab 231 Jangan Sampai Mati Saja


Sepuluh orang anak buah Tarno sudah tergeletak di lantai dan meringis kesakitan.


“Bagaimana mungkin bisa menjadi seperti ini?!”


Ekspresi Tarno yang sebelumnya terlihat tenang langsung berubah drastis. Dia menatap Geri dan lima


rekannya dengan tatapan terkejut.


Sementara itu, Alvaro yang tadinya berniat untuk menyiksa Ardika juga tercengang.


‘Dasar enam orang sialan ini! Ternyata saat menjadi bawahanku dulu mereka menyembunyikan


kemampuan mereka!‘ umpat Romi dalam hati. Dia sendiri juga membelalak kaget.


Kalau sejak awal dia tahu Geri dan yang lainnya bahkan mampu melumpuhkan anak buah Billy, dia


pasti sudah mengalahkan semua lawannya dan menyatukan dunia preman Kota Banyuli.


Namun, dia hanya berani mengumpat dalam hati dan tidak berani mengatakannya secara langsung.


Bagaimanapun juga, sekarang keenam orang itu sudah mengikuti Tuan Ardika. Dia tidak bisa


menyuruh–nyuruh mereka sesuka hatinya


lagi.


“Bawa mereka berdua ke sini.”


Akhirnya Ardika bangkit dari sofanya.


Geri dan yang lainnya bergegas membawa Tarno dan Alvaro yang tampak seolah jiwa mereka sudah


meninggalkan raga mereka itu ke hadapan Ardika.


“Berlutut!”


Dua orang di antara mereka langsung menendang lekukan kaki Tarno dan Alvaro dengan keras dari


belakang.


Dengan iringan suara hantaman keras, lutut kedua orang itu langsung menghantam lantai dengan


keras. Saking kesakitannya, wajah


mereka sampai berkedut.


Melihat wajah enggan menerima kekalahan dua orang itu, Ardika tersenyum dan bertanya,


“Sebelumnya kalian menyuruhku untuk berlutut dan ingin menamparku?”


“Aku nggak terima dipermalukan! Kalau kamu ingin membunuhku, bunuh saja sekarang juga!” erang


Tarno dengan suara rendah dan gigi terkatup sambil memelototi Ardika.


Ardika menganggukkan kepalanya dan berkata, “Oke. Kalau begitu, bunuh saja dia.”


Geri mengeluarkan sebilah pisau dan mengarahkannya ke leher Tarno.


“Tunggu!”


Tiba-tiba, Tarno berteriak. Kemudian, dia langsung mengangkat kedua tangannya dan melayangkan


tamparan ke wajahnya sendiri tanpa


ragu.


Dalam sekejap, suara tamparan keras menggema di tempat itu.


Alvaro yang wajahnya sudah bengkak bahkan sampai mati rasa ditampar oleh Ardika tentu saja tidak


peduli lagi. Dia langsung mulai menampar dirinya sendiri.


Melihat pemandangan di hadapan mereka, semua tamu di tempat perjudian itu langsung tercengang.


Dua orang itu bukan orang biasa, yang satunya adalah keponakan Billy, sedangkan yang lainnya


adalah anak buah Billy. Namun, mereka malah berlutut dan menampar wajah mereka sendiri di


hadapan menantu idiot Keluarga Basagita!


Tamu–tamu yang sebelumnya sempat meremehkan Ardika, mulai menyesal.


“Sudah, cukup.”


Melihat kecepatan pergerakan kedua orang itu menampar wajah mereka sendiri sudah makin lambat,


Ardika menghentikan mereka. Kemudian, dia bertanya pada Alvaro, “Aku menghancurkan tempat


perjudianmu, apa kamu masih mau meminta ganti rugi dari Keluarga


12


Basagita lagi?”


+15 BONUS


“Nggak, tentu saja nggak!” kata Alvaro sambil menggelengkan kepalanya dengan cepat.


Sekarang nyawanya sudah di tangan Ardika, tentu saja dia tidak berani menyuruh Ardika ganti rugi


lagi.


Ardika tersenyum dan berkata, “Kamu nggak meminta ganti rugi dariku, tapi aku wajib meminta ganti


rugi darimu. Walau mobil yang kamu hancurkan itu hanya bernilai enam ratus juta, mobil itu istriku beli


dengan bersusah payah menabung selama dia masih kuliah.”


Alvaro sangat menyesali perbuatannya.


Kalau waktu bisa diulang kembali, dia pasti tidak akan menghancurkan mobil Audi A4 itu.


Tarno buru–buru berkata, “Tuan Ardika, kami nggak mampu memperbaiki mobil yang rusak itu. Tapi,


Showroom Mobil Neptus di Kota Banyuli adalah bisnis milik Tuan Billy. Tuan bisa membawa Nona


Luna ke sana untuk memilih mobil sesuai keinginan kalian!”


Ardika menaikkan alisnya.


Ternyata wilayah kekuasaan seorang raja preman memang jauh lebih luas, dia tidak bisa dibandingkan


dengan kepala preman seperti Jinto dan Romi yang hanya mengandalkan perebutan wilayah


kekuasaan.


“Oke, kalau begitu aku akan membawa istriku untuk memilih mobil di sana.”


Ardika berbalik dan langsung pergi. Namun, begitu sampai di pintu, tiba–tiba dia teringat sesuatu yang


sudah hampir terlupakan olehnya.


Dia menoleh dan bertanya, “Oh ya, di mana Viktor?”


Tarno dan Alvaro baru saja berdiri. Begitu mendengar ucapan Ardika, ekspresi Alvaro langsung


berubah drastis.


Viktor yang mengendarai mobil Audi A4 itu ke sini, jadi Ardika pasti mengincar bocah itu.


Dia berkata dengan terbata–bata, “Eh, aku nggak tahu Viktor ada hubungannya denganmu. Karena dia


berutang denganku, aku menyuruh anak buahku untuk memberinya pelajaran. Sepertinya kondisinya


agak mengenaskan.”


Saat berbicara, secara naluriah dia menutupi wajahnya.


“Apa dia sudah mati?” tanya Ardika sambil mengerutkan keningnya.


“Nggak, nggak. Dia masih hidup!”


Bagi Ardika, yang penting bocah sialan itu jangan mati saja.


Adapun mengenai Viktor dihajar seberapa mengenaskan, itu bukan urusannya! Ardika berkata dengan


acuh tak acuh, “Suruh anak buahmu bawa dia keluar.”



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.