Menantu Pahlawan Negara by Sarjana

Chapter 233



Chapter 233

Chapter 233


Bab 233 Perdebatan


Alvaro berteriak dengan keras.


Bagaimanapun juga, dia adalah keponakan Billy.


Sebelumnya, dia ditampar oleh Ardika. Sekarang dia ditampar lagi oleh Tina. Lama kelamaan


wajahnya pasti akan rusak.


‘Plak!”


Tina kembali melayangkan tamparan ke wajah Alvaro, lalu berbalik dan pergi.


“Kalian, hancurkan apa saja yang bisa kalian hancurkan di Hotel Kapital Stando!”


“Alvaro, ingat baik–baik, aku yang menghancurkan tempatmu dan menampar wajahmu! Kalau kamu


mau balas dendam, silakan cari aku saja!”


Selesai berbicara, dia langsung pergi meninggalkan tempat itu tanpa menoleh sama sekali.


Vila Cakrawala.


“Kak Luna, Kak Ardika sudah pulang!” teriak Handoko ke arah dalam vila begitu melihat Ardika sudah


pulang. Dari tadi dia terus menjulurkan kepalanya ke luar untuk melihat apakah kakak iparnya sudah


pulang atau belum.


Luna bergegas berlari keluar.


Begitu melihat Ardika, dia segera memeriksa seluruh tubuh pria itu dari ujung kepala hingga ke ujung


kaki. “Ardika, kamu baik–baik saja? Apa mereka nggak memukulmu?”


“Bukan mereka yang memukulku, aku yang memukul mereka,” kata Ardika sambil tersenyum.


“Syukurlah kamu baik–baik saja.”


Setelah memastikan Ardika tidak terluka sama sekali, akhirnya Luna sudah bisa menghela napas lega.


Ardika tahu istrinya sangat mengkhawatirkannya, dia berkata dengan ekspresi bersalah, “Sayang,


maafkan aku, mobilmu sudah mereka hancurkan. Tapi, aku sudah meminta Alvaro untuk ganti rugi.”


“Selama kamu bisa pulang dengan selamat saja, sudah lebih dari cukup bagiku. Kalau mobilku sudah


mereka hancurkan, biarkan saja. Setelah aku menabung cukup uang, aku baru beli yang baru,” kata


Luna dengan tulus.


Walaupun mobil itu sangat penting baginya, tetapi tetap saja nyawa suaminya jauh lebih penting.


“Sayang, kamu benar–benar sangat baik padaku.”


Ardika ingin sekali memeluk Luna dengan erat.


Memiliki seorang istri yang selalu mempertimbangkan dan mengkhawatirkan dirinya, itu sudah lebih


dari cukup baginya.


Saat ini, Desi, Darius dan Susi bergegas menghampiri Ardika.


“Ardika, di mana Viktor? Apa dia masih berada di tempat perjudian itu? Sebenarnya apa yang kamu


lakukan? Berani sekali kamu kembali lagi! Kenapa kamu nggak menggantikan putra kami ditahan di


sana?!” teriak Susi dengan keras begitu melihat tidak ada seorang pun di belakang Ardika.


Kalau bukan karena tahu pria idiot itu sangat pandai berkelahi, dia pasti sudah menerjang ke arah


Ardika dan memukul pria itu.


Mendengar ucapan Susi, Luna kesal setengah mati. Dia berkata dengan dingin, “Bibi Susi, kamu ini


bicara apa? Putramu adalah manusia, apa suamiku bukan manusia? Atas dasar apa kamu


memintanya untuk menggantikan Viktor?!”


“Atas dasar apa? Tentu saja atas dasar utang kalian pada keluarga kami!” kata Susi dengan percaya


diri.


Mendengar “utang” yang disebut oleh Susi, Luna tidak bisa berkata–kata lagi.


Ardika berkata dengan dingin, “Jangan membuat keributan di sini lagi. Cepat bawa putra kalian ke


rumah sakit. Kalau bukan karena aku meminta Alvaro untuk melepaskannya, mungkin dia sudah


dihajar sampai mati di sana.”


+15 BONUS


“Apa maksudmu? Viktor sudah dilepaskan?”


Darius dan Susi tertegun sejenak, lalu bergegas pergi.


Namun, reaksi mereka sama seperti Viktor. Mereka sama sekali tidak berterima kasih pada Ardika


karena sudah menyelamatkan putra


mereka.


“Ardika, kalau kamu lebih cepat ke sana, putraku juga nggak akan dipukuli. Kalau sampal terjadi


sesuatu padanya, jangan harap kalian bisa hidup tenang!”


Setelah melangkah beberapa langkah, Darius menoleh dan melontarkan kalimat ancaman.


Ardika hanya menatap punggung kedua orang itu dengan tatapan dingin.


‘Satu keluarga ini benar–benar parasit. Mereka adalah pembawa masalah bagi kami yang harus


segera dibereskan. Kalau nggak segera dibereskan, mereka bukan hanya akan terus datang untuk


meminta uang, mereka juga akan membuat banyak masalah, sehingga hidup kami nggak bisa tenang.‘


Setelah berpikir demikian, dia menoleh dan berkata pada Desi, “Ibu, lain kali kalau mereka datang ke


Vila Cakrawala lagi, Jangan biarkan mereka masuk. Kalau nggak, hidup kita selamanya nggak bisa


tenang.”


Sebelumnya, dia membeli vila ini karena saat masih tinggal di rumah lama, anggota Keluarga Basagita


selalu datang untuk mencari masalah kepada Luna sekeluarga. Jadi, dia berpikir dengan pindah ke sini


bisa terbebas dari masalah–masalah merepotkan itu dan hidup


mereka bisa lebih tenang.


Lalu, karena kemampuan penjaga keamanan kompleks tidak cukup kuat, dia meminta Draco untuk


mengirim anggota Korps Taring Harimau untuk berjaga di kompleks vila.


Bahkan, kepala preman seperti Jinto saja kalau mencari masalah di sini pasti akan rugi.


Namun, berbeda halnya dengan Keluarga Lasman. Kalau Desi bersikeras membiarkan mereka masuk,


Ardika juga tidak berdaya menghadapi mereka.


Jadi, semua ini tergantung bagaimana keputusan Desi.


“Ardika, maksud kamu, kamu menyalahkanku membiarkan mereka masuk?!”


Begitu mendengar ucapan Ardika, Desi langsung berteriak dengan kesal, “Apa kamu pikir aku ingin


membiarkan mereka masuk?! Apa daya, aku berutang satu nyawa pada mereka!”



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.