Menantu Pahlawan Negara by Sarjana

Chatper 255



Chatper 255

Chatper 255


Bab 255 Bergegas ke Rumah Sakit


“Ah


Saking terkejutnya, Liander berteriak dengan keras dan melompat ke samping.


Dengan ekspresi pucat, dia menoleh dan mendapati mobil Ardika masih berada di tempat semula.


‘Dasar sialan! Dia hanya menggertakku, bukan benar–benar melajukan mobilnya ke arahku!‘ umpatnya


dalam hati.


“Pertahanan mentalmu cukup lemah.”


Setelah melontarkan satu kalimat itu, Ardika menaikkan kaca mobilnya.


Kemudian, Maserati Quattroporte berwarna perak itu seperti berubah menjadi seekor serigala putih


dan melesat pergi.


“Dasar sialan, dasar sialan!”


Liander mengentakkan kakinya dengan kesal.


Namun, dia tidak bisa melakukan apa–apa terhadap Ardika. Setelah memaki beberapa patah kata di


tempat, dia langsung masuk ke dalam mobilnya dengan


marah.


Sesaat kemudian, rombongan mobil dua bersaudara Keluarga Septio pun


meninggalkan Showroom Mobil Neptus.


“Menurut kalian, apa penyakit idiot itu kumat lagi? Dia nggak hanya menolak


penawaran uang dari Tuan Muda Liander dan berlagak suci, dia juga sudah


menyinggung Tuan Muda Liander.”


“Awalnya, dia punya kesempatan bagus untuk membangun relasi dengan Keluarga


Septio, tapi dia malah menyia–nyiakan kesempatan itu begitu saja. Dasar bodoh!”


“Baguslah kalau dia bodoh. Kalau sampai dia membangun relasi dengan Keluarga


Septio, kita pasti akan sial.”


Setelah puas mengejek Ardika beberapa patah kata, Wisnu dan dua orang lainnya


juga meninggalkan showroom.


Di luar Showroom Mobil Neptus, Ardika sudah bertemu dengan Handoko yang baru kembali dengan


mengendarai Ferrari 488 barunya.


Handoko memberhentikan mobilnya di samping mobil Ardika, lalu menurunkan kaca mobilnya dan


bertanya, “Kak Ardika, apa kita harus pulang sekarang?”


Walaupun dia sudah mengendarai mobil barunya beberapa putaran, tetapi dia masih belum puas.


“Aku akan membawa mobil ini kepada Luna terlebih dahulu. Kamu bersenang- senang saja sendiri.


Ingat, hati–hati di jalan dan jangan pamer! Apa kamu mengerti?”


Ardika tahu kalau adik iparnya belum puas, pemuda itu pasti enggan pulang ke rumah.


“Aku mengerti, Kak Ardika. Aku mencintaimu!”


Setelah berteriak dengan senang dan penuh semangat, Handoko langsung mengendarai mobil


balapnya pergi.


“Dasar bocah ini, apa perlu sesenang itu?”


Ardika menggelengkan kepalanya, lalu mengendarai mobilnya dengan santai


menuju ke Grup Agung Makmur.


Namun, saat masih dalam perjalanan menuju ke Grup Agung Makmur, Ardika


menerima panggilan telepon dari Luna.


Wulan menghabiskan lebih banyak uang memasang pengeras suara kualitas terbaik


untuk Maserati Quattroporte ini.


Sekarang Ardika yang merasakan manfaatnya.


Dia menekan layar untuk menjawab panggilan telepon itu. Begitu panggilan telepon


terhubung, suara manis Luna terdengar dengan sangat jelas. “Ardika, di mana kamu


sekarang?”


Ardika tersenyum dan berkata, “Sayang, sekarang aku sedang dalam perjalanan


menuju ke perusahaanmu dan membawakan hadiah spesial untukmu….”


Selera Wulan dalam memilih mobil cukup bagus.


Luna pasti akan menyukai Maserati Quattroporte ini, seharusnya suasana hatinya yang buruk karena


Audi A4 miliknya dihancurkan bisa membaik.


“Hadiah apa?”


Setelah melontarkan pertanyaan singkat itu, Luna berkata, “Jangan bicarakan tentang hadiah dulu.


Ibuku baru saja meneleponku dan memintaku untuk membawa uang sebesar 40 juta ke rumah sakit.


Sekarang aku benar–benar sangat sibuk, tolong


gantikan aku pergi ke sana!”


Untuk apa Desi pergi ke rumah sakit?


Tidak sempat berpikir banyak, Ardika segera menjawab, “Oke, aku akan ke sana


sekarang.”


“Oke, kamu ke sana secepatnya, ya. Kamu sendiri juga tahu ibuku orangnya nggak


sabar. Kalau kamu telat ke sana, dia pasti akan memarahimu. Aku akan segera mentransfer uangnya


ke rekeningmu.”


Selesai berbicara, Luna langsung memutuskan sambungan telepon dengan tergesa-


gesa.


Walaupun Grup Agung Makmur sudah melewati krisis, tetapi pengaruhnya tetap


besar. Sekarang, dia benar–benar sangat sibuk.


Sesaat kemudian, Ardika langsung menerima sebuah notifikasi di ponselnya yang


menunjukkan bahwa 40 juta sudah masuk ke rekeningnya.


Sekitar dua puluh menit kemudian, Ardika sudah sampai di rumah sakit yang


merupakan tempat Desi bekerja dulu.


Bangunan rumah sakit ini sudah tua, juga relatif kecil.


Tempat parkirnya juga tidak luas. Setelah memasuki area tempat parkir dan


melakukan pencarian dengan susah payah, dia baru menemukan tempat untuk memberhentikan


mobilnya.


Di sampingnya, terparkir sebuah Mercedes Benz GLC bernilai lebih dari 800 juta.


Namun, pemilik mobil memberhentikan mobilnya dalam posisi miring. Bagian kepala mobil menempati


tempat yang dipilih oleh Ardika, sedangkan bagian. belakang mobil menempati tempat lainnya..


Pemilik mobil juga tidak meninggalkan nomor yang bisa dihubungi.


Karena Ardika tidak bisa menunda–nunda waktu lagi dan harus segera menemui Desi, dia langsung


memberhentikan mobilnya di sana.


Posisi mobil Ardika bertepatan memblokir mobil Mercedes Benz GLC tersebut.


“Berbeda denganmu, aku nggak bisa nggak berhati nurani.”


Ardika mencari selembar kertas dan menuliskan nomor ponselnya. Setelah meletakkan kertas itu di


jendela bagian depan mobilnya, Ardika bergegas pergi.


Desi sedang menunggu dengan panik di luar loket pembayaran rawat inap rumah


sakit.


Tepat pada saat ini, seorang wanita paruh baya kebetulan berjalan keluar dari departemen rawat inap.


Begitu melihat Desi, wanita paruh baya itu tertegun sejenak, lalu melewatinya sambil memasang


seulas senyum dingin.


“Eh, bukankah ini adalah Desi yang punya seorang menantu idiot? Kenapa kamu. datang ke sini?” a



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.