Menantu Pahlawan Negara by Sarjana

Chatper 260



Chatper 260

Chatper 260


Bab 260 Orang Jahat Dihadapi Oleh Orang Jahat Jugal


Kejadian Ardika menamparnya di tempat perjudian semalam masih segar dalam


ingatannya.


Hal ini terus berputar–putar dalam pikirannya,


Setelah menemukannya, Darius dan Susi juga menceritakan padanya betapa arogan Ardika dan


betapa Ardika memandang rendah mereka.


Viktor sengaja menunjuk Ardika menjadi perawatnya jelas–jelas untuk


mempermalukan Ardika.


Dia berkata dengan gigi terkatup dan ekspresi bangga, “Ardika, bukankah kamu berlagak hebat di


hadapan orang tuaku? Sepuluh hari hingga setengah bulan


berikutnya, kamu yang menjaga dan melayaniku! Kamu harus menuruti semua


perintahku!”


Ardika berkata dengan dingin, “Bermimpi saja kamu!” Dia ingin sekali memukul pria tidak tahu diri itu


sampai mati.


Tepat pada saat ini, Desi tiba–tiba berkata, “Ardika, bagaimana kalau kamu yang


menjaga Viktor?” Nada bicaranya tidak seperti sedang memerintah Ardika.


Dia seolah–olah juga enggan mengucapkan kata–kata seperti itu.


Namun, dia juga tidak punya pilihan lain lagi.


Kalau bukan Ardika yang melakukannya, bagaimana mungkin dia sendiri yang


melakukannya?”


“Ardika, kamu sudah dengar sendiri, ‘kan? Itu adalah perintah dari ibu mertuamu!


Apa kamu berani membantahnya?”


Seulas senyum dingin tersungging di wajah Viktor.


Dia tahu dengan temperamen buruk Ardika, pria itu pasti tidak bersedia


melayaninya.


Namun, dia juga sudah tahu kelemahan Ardika adalah Luna sekeluarga.


Kebetulan sekali, Desi sudah jatuh dalam cengkeraman keluarganya.


Bersedia atau tidak, Ardika tetap harus menyetujui permintaannya.


Keluarga dua pasien lainnya menatap Ardika dengan tatapan simpati..


Menantu yang mengandalkan keluarga istri seperti Ardika benar–benar tidak. memiliki kedudukan apa


pun, bahkan sampai–sampai harus menjadi pelayan orang lain.


Melihat ekspresi bangga Viktor, tiba–tiba Ardika tertawa dan berkata, “Kamu benar- benar mau aku


yang menjagamu, ‘kan? Oke. Aku nggak bersedia, tapi pasti ada orang yang bersedia.”


Selesai berbicara, dia berjalan keluar dari bangsal tanpa menoleh ke belakang.


Setelah sampai di balkon ujung koridor, Ardika mengeluarkan ponselnya dan menelepon Tarno.


“Ardika, ya ampun, kamu nggak perlu repot–repot meneleponku.”


Tarno berkata dengan nada menyanjung, “Mobil pesananmu sudah aku atur untuk


diantarkan ke rumahmu. Apa masih ada hal lain yang bisa kubantu?”


Kini Ardika sudah menjalin hubungan dengan Keluarga Septio Provinsi Aste.


Begitu Ardika meninggalkan Showroom Mobil Neptus, Tarno langsung


memerintahkan anak buahnya untuk mengantarkan mobil pesanan Ardika ke


rumahnya.


“Aku nggak punya nomor telepon Alvaro. Tolong beri tahu dia untuk datang ke


rumah sakit yang sudah kukirim alamatnya kepadamu.”


Tarno bertanya dengan hati–hati, “Oh, ada urusan apa kamu mencari Alvaro?”


Ardika berkata dengan acuh tak acuh, “Jangan khawatir. Kali ini aku bukan mencari


masalah dengannya, aku hanya membutuhkan bantuan kecil darinya.”


Setelah mendengar ucapan Ardika, Tarno baru merasa lega. Dia langsung menepuk-


nepuk dadanya dan berkata, “Oke, aku akan segera menghubunginya. Dia pasti


bersedia membantumu dengan senang hati.”


#15 BONUS


Setelah memutuskan sambungan telepon, Ardika bergumam pada dirinya sendiri,” Orang jahat


dihadapi oleh orang jahat juga.”


Bagi orang tidak tahu diri seperti Viktor, orang yang paling ditakutinya adalah seseorang seperti Alvaro.


Karena Desi, dia tidak bisa memberi pelajaran kepada Viktor secara pribadi. Dia hanya bisa memberi


pelajaran kepada bocah itu melalui Alvaro.


“Desi, beberapa tahun yang lalu kamu sudah dikeluarkan dari rumah sakit ini. Kamu sudah mencoreng


reputasi rumah sakit! Beraninya kamu datang lagi!”


Saat Ardika berjalan melewati koridor menuju ke bangsal, dia mendengar ucapan


ini. Sontak saja dia langsung mengerutkan keningnya.


Banyak orang yang berkerumun di luar bangsal yang ditempati oleh Viktor.


Baik keluarga pasien maupun staf medis menjulurkan kepala mereka ke dalam


bangsal.


Di dalam bangsal, seorang pria paruh baya berkacamata dan botak sedang berdiri di hadapan Desi


dengan aura mendominasi.


“Ganang, aku datang ke rumah sakit ini untuk menjaga pasien, nggak ada


hubungannya dengan aku dikeluarkan dari rumah sakit ini beberapa tahun yang


lalu!”


Wajah Desi memerah, dia memelototi Ganang yang sedang berdiri di hadapannya itu.


Ganang adalah wakil direktur rumah sakit ini.


Lima tahun yang lalu, dia adalah rekan kerja satu departemen dengan Desi.


Berhubung keduanya adalah wakil kepala departemen, jadi mereka selalu bersaing


satu sama lain.


+15 BONUS


Bab 261 Ganang Wakil Direktur Rumah Sakit


Tadi, setelah menerima pesan yang berisi bahwa Desi datang ke rumah sakit ini dari Novi yang sedang


menunggu di tempat parkir, dia secara khusus bergegas ke sini.


“Hah, kamu berbicara seolah–olah kamu nggak melakukan kesalahan apa pun.”


Ganang mendengus dingin, lalu mencibir dan berkata, “Lima tahun yang lalu, karena


kesalahanmu, terjadi kecelakaan medis, sampai–sampai seorang pasien wanita.


muda meninggal. Sejak saat itu pula, nama baik rumah sakit ini sudah tercoreng. Semua staf medis di


rumah sakit ini juga ikut malu. Seharusnya orang sepertimu


nggak menginjakkan kakimu di rumah sakit ini lagi!”


Kemudian, dia mengalihkan pandangannya ke kerumunan di luar bangsal dan


berkata, “Semuanya, bagaimana menurut kalian? Apa ucapanku benar?”


Setelah mendengar ucapan Ganang, orang–orang yang berkerumun di luar bangsal


baru tahu bahwa dulu Desi adalah seorang dokter di rumah sakit ini dan pernah


menyebabkan kecelakaan medis hingga seorang pasien yang masih muda


meninggal.


“Pak Ganang benar. Orang yang nggak menjaga etika medis sepertinya memang pantas dikeluarkan


dari rumah sakit!”


“Bukan hanya menyebabkan kecelakaan medis, tapi juga menyebabkan seorang pasien meninggal.


Beraninya dia menginjakkan kaki di rumah sakit ini lagi! Benar-


benar nggak tahu malu.”


“Sepertinya keterampilan medisnya buruk dan hanya fokus ingin memperoleh lebih banyak uang


Semua orang mulai mengejek dan menyindir Desi.


Di bawah tatapan merendahkan orang–orang, Desi merasakan seolah punggungnya ditusuk–tusuk


oleh beribu–ribu pisau.


Kecelakaan medis itu memang sudah menjadi suatu penyakit mental dalam dirinya.


Sekarang, Ganang malah membuka luka hatinya seperti itu. Dia merasakan hatinya


hancur berkeping–keping, tangan dan kakinya terasa dingin, dia ingin sekali mati sekarang juga.


“Pak Ganang, ya? Ucapan ibuku nggak salah. Dia sudah bertanggung jawab atas kecelakaan medis


kala itu. Sekarang, dia hanya datang ke rumah sakit dengan identitas sebagai penduduk biasa.


Kenapa dia nggak boleh masuk ke rumah sakit?”


Tepat pada saat ini, Ardika berjalan melewati kerumunan dan masuk ke dalam bangsal.


Kemudian, dia berdiri di hadapan Ganang, menatap lawan bicaranya dengan tatapan dingin dan


berkata, “Kenapa Pak Ganang terburu–buru ke sini dan terus mengungkit kejadian yang sudah lama


berlalu? Apa mungkin ada motif tersembunyi?”


Secara naluriah, Ganang melangkah mundur satu langkah. Dia menatap Ardika dengan tatapan


terkejut sekaligus marah.


“Siapa kamu? Beraninya kamu berbicara seperti itu?!”


Melihat ekspresi pria itu berubah, Ardika meyakini pasti ada sesuatu yang disembunyikannya.


“Pak Ganang, dia adalah menantu Desi. Dia datang untuk menjaga pasien ranjang 34,


kata seorang keluarga pasien lainnya.


Menantu Desi?


Seolah–olah menyadari satu hal, Ganang berkata, “Desi, sebelumnya aku dengar dari Novi, putrimu


memelihara seorang suami? Ternyata dia orangnya, ya? Hehe. Penampilan bocah ini lumayan juga.


Tapi, kenapa dia bisa menjadi perawat di rumah sakit? Dia mendapat pekerjaan ini dengan


mengandalkan relasi siapa?”


Setelah mendengar ucapan Ganang, sorot mata orang–orang yang berada di dalam dan luar bangsal


beralih ke Ardika.


“Benar–benar nggak berguna. Selain menjadi menantu benalu, apa dia nggak bisa mencari pekerjaan


dengan penghasilan beberapa juta per bulan, sampai–sampai harus datang ke rumah sakit untuk


melayani pasien?”


“Ya, biasanya orang–orang yang mengerjakan pekerjaan seperti ini sudah tua, cacat atau ada


kesulitan lainnya. Dia adalah seorang pria yang masih muda dan bugar,


tapi malah berebutan pekerjaan dengan orang lain. Benar–benar memalukan!”


+15 BONUS


“Ibu mertuanya juga nggak tahu malu. Setelah dikeluarkan dari rumah sakit, dia


masih mengandalkan relasinya untuk mencarikan menantunya pekerjaan di rumah


sakit….”


Begitu mendengar ucapan orang–orang itu, Desi benar–benar ingin ditelan bumi.


Dia menatap Ganang dan berkata dengan marah, “Ganang, omong kosong apa yang kamu


bicarakan?! Aku nggak mengandalkan relasi untuk mencarikannya pekerjaan! Keluargaku nggak


kekurangan uang untuk memeliharanya. Tapi, Viktor


bersikeras….”


Sebelum dia sempat menyelesaikan kalimatnya, ucapannya langsung disela.


“Huh, di saat seperti ini, kamu masih membela diri. Sudah bertahun–tahun lamanya,


kamu nggak menginjakkan kakimu ke rumah sakit ini. Kalau bukan mengandalkan


relasi untuk mencarikan menantumu pekerjaan, apa yang kamu lakukan di sini?”


Sambil tertawa dingin, Ganang mengulurkan tangannya dan menunjuk Ardika.”


Kamu, keluar dari sini sekarang juga!”


COIN BUNDLE: get more free bonus



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.