Menantu Pahlawan Negara by Sarjana

Chatper 407



Chatper 407

Chatper 407


Bab 407 Pemerasan


“Apa luka korban separah itu?”


Begitu mendengar plhak keluarga korban menginginkan kompensasi sebesar satu miliar baru bisa


menyelesaikan masalah ini secara baik–baik, ekspresi Desi langsung berubah menjadi pucat pasi.


Gibran menganggukkan kepalanya, lalu berkata dengan nada mendesak, “Jadi, kalian harus segera


mengambil uang untuk menebus putramu. Kompensasi sebesar satu miliar ini pun disepakati oleh


pihak keluarga korban setelah kami berupaya keras membujuk mereka secara baik–baik. Kalau nggak,


mereka berencana meminta kompensasi sebesar dua miliar dari kalian. Siapa suruh putramu


memukuli orang lain? Kalau nggak memberi kompensasi, putramu hanya bisa masuk penjara!”


Luna tidak begitu mudah dikelabui oleh Gibran seperti Desi.


Walaupun Gibran terlihat seolah–olah sedang membantu meringankan beban mereka dan agar


adiknya tidak perlu masuk penjara, tetapi dia bisa mendengar nada mengancam dari ucapan pria itu.


Tentu saja hal ini membuatnya merasa ada yang tidak beres.


Dia mengerutkan keningnya dan berkata, “Pak Gibran, sebenarnya bagaimana kronologis


kejadiannya? Kamu harus menjelaskannya pada kami, bukan?”


“Sebelum membicarakan tentang penyelesaian masalah ini, sebagai keluarga Handoko, kami perlu


mengetahui kronologis kejadiannya, “kan? Berawal dari siapa yang benar dan siapa yang salah, siapa


yang main tangan duluan, serta apakah adikku terluka atau nggak.”


Ekspresi Gibran langsung berubah menjadi muram, dia menatap Luna dengan tatapan dingin.


Kemudian, dia berkata dengan kesal, “Apa kamu pikir aku sedang membohongi kalian? Sekarang


pihak keluarga korban sedang ribut meminta ganti rugi. Kalau sampai masalah ini dibawa ke


pengadilan, apa kalian pikir keluarga biasa seperti kalian mampu memprovokasi keluarga korban?


Keluarga korban memiliki latar belakang yang luar biasa. Kulihat sebaiknya kalian menyelesaikan


masalah dengan memberikan kompensasi secepatnya. Kalau nggak, kalian sendiri yang pasti akan


menyesall


Ardika yang mengamati dari samping juga merasa ada yang aneh dengan Gibran.


Dia mengangkat lengannya dan menunjuk mobil Maserati Quattroporte milik keluarganya yang diparkir


di tempat parkir tak jauh dari sana.


“Pak Gibran, kamu mengatakan keluarga korban memiliki latar belakang yang luar biasa. Apa


menurutmu latar belakang keluarga kami biasa saja? Kami sama–sama memiliki latar belakang yang


luar biasa, jadi kulihat sebaiknya biarkan kami melihat kondisi Handoko dan mengetahui kronologis


kejadiannya terlebih dahulu.”


Menghadapi orang seperti Gibran yang memperlakukan orang lain sesuai latar belakang keluarga,


Ardika hanya bisa menggunakan cara sederhana dan langsung seperti ini untuk menunjukkan pada


pria


+15 BONUS


itu bahwa keluarga mereka juga bukan keluarga biasa yang bisa diprovokasi.


“Huh, sepertinya Maserati yang ada di jalanan cukup banyak. Memangnya kalian sudah hebat hanyal


dengan mempunyai sedikit uang seperti itu?!”


Gibran mendengus dan memasang ekspresi meremehkan.


Dia mengira Ardika sekeluarga hanya pebisnis kecil–kecilan yang mempunyai uang tak seberapa saja.


Kalau hanya mempunyai uang tak seberapa saja, bagaimana mungkin mereka memiliki kekuasaan?


Kalau tidak, mereka juga tidak akan terburu–buru ke kantor polisi, melainkan meminta bantuan relasi


terlebih dahulu. Ya, orang yang berkuasa selalu menggerakkan relasi dalam menghadapi masalah apal


pun.


“Terserah kalian saja mau memberi kompensasi atau nggak. Menurut situasi yang kami ketahui saat


ini, kalau masalah ini nggak diselesaikan secara baik–baik dengan menyerahkan kompensasi,


kemungkinan


besar Handoko akan masuk penjara.”


Ardika tertawa dingin.


Jelas–jelas kata–kata yang keluar dari mulut Gibran tidak ada kepastian, pria itu hanya sedang


mencoba untuk mengelabui mereka saja.


Kalau penduduk biasa, mungkin benar–benar sudah ketakutan digertak olehnya seperti ini.


Namun, siapa Ardika? Bagaimana mungkin dia takut pada “ikan teri” seperti Gibran. Dia berkata


dengan dingin, “Pak Gibran, kami nggak mengatakan nggak bersedia memberi kompensasi. Tapi, tetap


saja kami harus diberi kesempatan untuk bertemu dengan pihak keluarga korban dan


mendiskusikannya terlebih dahulu….”


“Ardika, bisakah kamu tutup mulutmu?!”


Tiba–tiba, Desi berteriak, menyela Ardika.


“Siapa yang mengizinkanmu banyak bicara? Kalau kamu sampai menyebabkan Handoko masuk


penjara, aku nggak akan melepaskanmu begitu saja!”


Selesai memarahi dan memelototi Ardika, Desi berkata pada Luna, “Luna, cepat ambil uang sebesar


satu miliar untuk menyelamatkan adikmu.”


Melihat pemandangan itu, Ardika langsung bangkit dan berjalan keluar tanpa mengucapkan sepatah


kata pun.


Dia mengeluarkan ponselnya dan menelepon Sigit.


“Pak Gibran, apa Bapak bisa tunggu sebentar? Aku akan pergi mengambil uang sekarang juga.”


Walaupun Luna juga merasa ada yang tidak beres pada Gibran seperti yang dirasakan oleh Ardika,


tetapi dia juga tidak tahan mendengar Desi terus mendesaknya mengambil uang untuk


menyelamatkan


243


+15


BONUS


adiknya. Jadi, hanya beberapa patah kata itu yang keluar dari mulutnya.


“Cepat, cepat! Mereka sedang menunggu kompensasi dari kalian. Kalau kelamaan, aku juga nggak


bisa


membantu kalian lagi!”


Gibran melambaikan tangannya dengan arogan, kilatan bangga melintas di matanya.


Luna langsung berbalik dan hendak pergi mengambil uang.


Tepat pada saat ini, sekelompok orang berjalan keluar dari gedung kantor polisi dengan tergesa–gesa.


Begitu melihat pria paruh baya yang memimpin sekelompok orang itu, Gibran langsung menghampiri


pria itu dengan sopan.


“Pak Farhan, kenapa Bapak membawa orang sebanyak ini ke sini? Apa ada kasus besar sampai–


sampai


Bapak perlu turun tangan sendiri?”


Farhan tidak memedulikannya.


Dia mengamati sekeliling sejenak, lalu berjalan menghampiri Ardika dengan cepat.


“Apa Tuan adalah Tuan Ardika? Aku adalah Farhan Marow, ketua kantor polisi kota cabang selatan….”



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.