Menantu Pahlawan Negara by Sarjana

Chatper 410



Chatper 410

Chatper 410


Bab 410 Ibu Mertua Dipermalukan


Melihat segerombolan preman di belakang Hanif, Handoko dan yang lainnya sangat ketakutan sampai-


sampai kaki mereka terasa lemas.


“Hanif, apa maumu?! Gibran kerabatmu itu sudah dipecat!”


“Kakak iparku yang meminta ketua cabang untuk memecatnya! Berani–beraninya kamu membalas


dendam pada kami! Kakak iparku pasti nggak akan melepaskanmu!”


Walaupun Handoko juga ketakutan, tetapi mengingat kakaknya dan kakak iparnya berada di sekitar


sini, dia masih memiliki sedikit kepercayaan diri.


“Oh? Kakak iparmu sehebat itu? Di mana dia?”


Hanif membisikkan beberapa patah kata kepada pria yang berada di sampingnya, lalu melenggang ke


arah Handoko dan yang lainnya.


Setelah mendengar ucapan Hanif, pria itu melambaikan tangannya.


Dalam sekejap, orang–orang di belakangnya langsung bergerak membentuk sebuah kipas,


mengepung Handoko dan yang lainnya.


Handoko berkata, “Kakak iparku berada di sekitar sini. Sebaiknya kamu segera membawa orang–


orang


ini pergi.”


“Haha, Handoko, tadi saat kamu menghajarku, bukankah kamu masih begitu arogan? Sekarang kamu


malah beromong kosong kepadaku!”


Begitu suara tawa Hanif berhenti, dia berkata dengan sinis, “Hari ini, aku nggak peduli, mau kakak


iparmu yang hebat, atau kakakmu yang hebat, aku akan menghajarmu hingga babak belur! Kak Lukas,


minta anak buahmu untuk menekan bocah ini. Aku mau menampar bocah ini beberapa kali terlebih


dahulu baru kita bicarakan lagi!”


Lukas kembali melambaikan tangannya. Dalam sekejap, dua orang preman menerjang ke arah


Handoko dan menarik adik ipar Ardika itu keluar dengan ganas.


“Plak!”


Hanif melayangkan sebuah tamparan keras ke wajah Handoko.


“Cepat berlutut dan panggil aku Ayah!”


“Bermimpi saja kamu!”


Walaupun kedua lengannya sudah ditahan oleh dua orang preman, Handoko tetap mengerang dengan


marah.


Dia bukan lagi Handoko yang pengecut. Dia lebih memilih mati daripada harus berlutut kepada Hanif,


“Plak!”


Hanif melayangkan satu tamparan lagi dan berteriak dengan marah, “Cepat berlutut!”


“Nggak mau!”


“Plak!”


“Cepat berlutut!”


“Nggak mau!”


“Plak… plak….”


Suara satu demi satu tamparan terdengar tanpa henti.


Wajah Handoko sudah hampir tak berbentuk, tetapi dia tetap berusaha bertahan.


“Aku yang akan berlutut!”


Tepat pada saat ini, tiba–tiba terdengar suara teriakan sedih dari arah belakang.


Tadi, Desi masuk kembali ke dalam klinik untuk meminta resep obat dari dokter dan mengambil sedikit


obat. Begitu dia keluar dari klinik, dia langsung melihat pemandangan ini.


Saat itu pula, air matanya langsung mengalir dengan deras. Seperti orang gila, dia segera berlari


menghampiri Hanif dan berlutut di hadapan pemuda itu.


“Ibu, jangan berlutut kepada bajingan itu!”


Tadi, ditampar hingga wajahnya tak berbentuk saja, Handoko tidak menangis. Namun, begitu melihat


ibunya berlutut kepada Hanif, dia langsung menangis sekeras–kerasnya.


Dia berusaha keras merontak dan berteriak dengan marah, “Hanif, aku pasti akan membunuhmu! Aku


pasti akan membunuhmu!”


“Plak! Plak!”


Hanif kembali melayangkan dua tamparan lagi ke wajah Handoko. Dia tertawa dengan senang dan


berkata, “Haha, dasar pecundang! Bahkan ibumu saja sudah berlutut di hadapanku! Bagaimana kamu


bisa membunuhku?!”


Ardika dan Luna memesan tempat di sebuah restoran di dekat klinik. Begitu mendengar suara


keributan besar dari arah klinik, mereka segera keluar dari restoran dan berjalan ke klinik.


Saat baru sampai di luar kerumunan, mereka sudah mendengar suara teriakan isak tangis Handoko


dan


Desi.


“Gawat! Terjadi sesuatu pada Ibu dan Handoko!”


+15 BONES


Melihat segerombolan preman yang memblokir Jalur di depannya, Luna benar–benar panik setengah


matl.


Ekspresi Ardika Juga berubah menjadi dingin. Tanpa banyak bicara, dia langsung menggandeng Lunal


dan menendang para preman yang menghalangi Jalan mereka.


“Ibul”


Luna melihat Desi sedang berlutut dan bersujud untuk memohon pengampunan di hadapan Hanif,


serta Handoko yang wajahnya sudah tak berbentuk lagi karena dipukuli.


Melihat pemandangan itu, air mata Luna langsung mengalir dengan deras. Dia segera melepaskan


genggaman Ardika dan menerjang ke depan seperti orang gila.


“Hentikan wanita itu!”


Di bawah perintah dari Lukas, seorang preman langsung berjalan ke arah Luna.


Saat berjalan lebih dekat dan melihat wajah cantik Luna dengan jelas, nafsu yang membara langsung


menyelimuti hati preman itu. Dia menyunggingkan seulas senyum cabul dan merentangkan kedua


tangannya seolah hendak memeluk Luna,


“Bam!”


Saat itu pula, tiba–tiba seseorang langsung muncul dan menendang preman itu hingga terpental


keluar, bahkan preman tersebut langsung mengalami patah tulang!


Ardika langsung menarik Luna ke belakangnya untuk melindungi istrinya. Kemudian, dia melirik dua


orang preman yang sedang menahan Handoko dengan sorot mata dingin.


“Lepaskan dia!”


“Dasar sialan! Kamu pikir kamu siapa? Berani–beraninya kamu memerintah kami!”


Dua preman itu melirik Ardika dengan sorot mata meremehkan.


“Ah… ah


Detik berikutnya, terdengar teriakan menyedihkan dan kedua orang itu sudah terpental keluar.


Ardika segera memapah Desi untuk berdiri.


“Eh, ternyata kamu pandai berkelahi juga, ya!”


Lukas menatap Ardika dengan lekat, ekspresinya tampak sangat muram.



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.