Menantu Pahlawan Negara by Sarjana

Chatper 415



Chatper 415

Chatper 415


Bab 415 Kepanikan yang Tidak Perlu


“Beri tahu Draco untuk memerintahkan Pasukan Khusus Serigala mengambil kendali atas Gedung


Ansa dalam kurun waktu paling singkat!” teriak Ardika dengan marah.


“Pak Soni sudah mengirimkan orang ke sana!” kata Jesika.


Draco tahu betapa pentingnya Luna bagi Ardika. Begitu menerima panggilan telepon dari Jesika, dia


segera menghubungi Soni,


“Suruh dia kirim helikopter ke sini untuk menjemputku!”


Begitu memutuskan sambungan telepon, Ardika langsung menerjang ke arah sebuah mobil balap di


pinggir jalan, lalu membuka kursi penumpang samping pengemudi.


“Ah…. Apa yang sedang kamu lakukan!”


Seorang wanita berkacamata hitam berteriak dengan histeris dan menatap Ardika dengan tatapan


ketakutan.


Saat ini, mata Ardika tampak memerah, ekspresinya terlihat ganas seperti pelaku kriminal yang


menemui jalan buntu!


Ardika menyalakan GPS di ponselnya, lalu menunjukkannya pada wanita itu. “Aku harus pergi


menyelamatkan orang yang sangat penting. Cepat kendarai mobilmu sesuai GPS!”


“Cepat!”


Melihat wanita itu masih tercengang, Ardika langsung meneriakinya dengan marah.


Saking ketakutannya, wanita itu segera menginjak pedal gas dan melajukan mobilnya.


“Brum brum….”


Setelah mobil melaju selama beberapa saat, terdengar suara baling–baling dari arah atas mobil.


“Berhenti!”


Setelah keluar dari mobil, di bawah tatapan wanita berkacamata hitam dan pejalan kaki di sekitar


tempat itu, Ardika langsung memanjat ke atas tali yang tergantung dari helikopter.


Pergerakannya menaiki tali sangat cepat, benar–benar seperti orang yang sudah sangat


berpengalaman. Setelah Ardika masuk ke dalam helikopter, helikopter itu segera mengudara.


Tak lama kemudian, helikopter tiba di atas Gedung Ansa,


“Lapor, Pak. Kami sudah memblokade Gedung Ansa dan menguasai dalam gedung. Kami nggak


menemukan adanya tanda–tanda keanehan!”


+ 15 BONUS


Saat Ardika mendarat di atap Gedung Ansa, dia mendapat laporan dari Soni yang sudah terlebih


dahulu


tiba di sini.


Dengan ekspresi muram, Ardika menuruni tangga tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dia segera


menerjang ke ruangan Luna.


“Bam!”


Dia langsung menendang pintu ruangan istrinya hingga terbuka. Luna yang sedang serius bekerja


mendongak dan menatap Ardika dengan tatapan terkejut.


“Ardika, kenapa kamu menendang pintu ruanganku?!*


Samar–samar, tampak ekspresi marah di wajah cantiknya.


Melihat istrinya baik–baik saja, bahkan tidak menyadari apa yang sedang terjadi di luar, Ardika


langsung


menghela napas lega.


“Sayang, syukurlah kamu baik–baik saja.”


Dia langsung menghampiri sosok yang sangat berharga dalam hidupnya itu dan menarik Luna ke


dalam. pelukannya.


“Apa maksudmu? Ardika, kenapa hari ini kamu sangat aneh? Sebenarnya apa yang telah terjadi?”


Wajah dan telinga Luna tampak memerah. Saat ini, perasaan marah sekaligus malu menyelimuti


hatinya.


Bagaimanapun juga, dia sedang bekerja. Ardika memeluknya seperti ini tanpa takut ada orang yang


melihat mereka.


“Tadi aku menerima sebuah pesan darimu, jadi aku bergegas datang dari Grup Lautan Berlian.”


Ardika mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan pesan itu pada istrinya.


“Aku nggak mengirimkan pesan untukmu, siapa yang sedang membuat ona?”


Luna sangat kebingungan. Dia juga mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan kepada Ardika dia


sama sekali tidak mengirimkan pesan kepada Ardika.


Ardika mengerutkan keningnya dan bertanya, “Kalau begitu, kenapa saat aku meneleponmu tadi,


kamu nggak menjawab panggilan teleponku?”


“Tadi aku sedang mengadakan rapat dengan para petinggi perusahaan. Aku nggak membawa


ponselku. Bagaimana aku bisa menjawab panggilan telepon darimu.”


Setelah memeriksa riwayat panggilan teleponnya sejenak, dia mendapati ada satu panggilan tak


terjawab dari Ardika.


Melihat ekspresi Ardika masih tampak muram, dia tersenyum dan menghibur suaminya, “Sudah,


sudah,


+15 BONUS


pasti ada orang yang membuat onar. Aku datang dan pulang kerja seperti biasa. Aku baik–baik saja.


Kamu nggak perlu berpikir banyak, ya.”


Ardika menganggukkan kepalanya..


Tepat pada saat ini, Vania, asisten Luna mengetuk pintu ruangan Luna dan berjalan memasuki


ruangan.


Dia melirik Ardika sejenak, lalu berkata setelah menenangkan dirinya, “Bu Luna, tadi tim tempur Kota


Banyuli mengadakan latihan pemberantasan pelaku kriminal secara dadakan dengan menggunakan


gedung kita sebagai lokasi latihan mereka.”


“Sekarang latihan sudah berakhir. Pak Soni akan datang menemui Bu Luna secara pribadi untuk


memberi penjelasan.”


Luna tertegun sejenak. Dari tadi, dia hanyut dalam pekerjaannya sendiri. Dia sama sekali tidak sadar


apa yang terjadi di luar sana.


Begitu Luna keluar dari ruangannya, dia mendapati ekspresi ketakutan tampak jelas di wajah para


petinggi dan karyawannya. Selain itu, setiap orang dari mereka menatap Ardika dengan sorot mata


yang sangat aneh.


Tepat pada saat ini, Soni berjalan menghampirinya.


“Halo Bu Luna, aku adalah Soni, tadi kami mengadakan latihan pemberantasan pelaku kriminal secara


dadakan. Tujuan dari latihan ini adalah untuk melihat kecepatan reaksi dari para tentara. Jadi, kami


nggak memberi tahu perusahaan terlebih dahulu.”



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.