Ruang Untukmu

Bab 237



Bab 237

Bab 237


Ruang Untukmu


Bab 237


Astaga! Apakah ini berarti orang yang berkeliaran di sekitar Tasya adalah pewaris keluarga elit terkemuka di negeri itu dan presiden dari Perusahaan Prapanca?


Saat informasi itu menyadarkannya, Omar merasa kakinya menjadi lemah. Dia tidak percaya bahwa dia cukup beruntung bisa bertemu seseorang yang sepenting Elan dalam keadaan seperti itu. Ketika dia kembali tersadar dan mencari daftar miliarder di negeri itu, dia terkejut saat mendapati bahwa nama Elan tidak lagi berada di sana.


Namun, dia menemukan sebuah artikel yang menjelaskan miliarder mengapa beberapa negara itu secara misterius menghilang dari daftar tersebut. Setelah mengkliknya, dia melihat bahwa Elan adalah orang pertama yang disebutkan dalam artikel itu, dan satu-satunya alasan yang diberikan atas hilangnya dia dari daftar tersebut adalah karena Elan tidak peduli dengan statusnya. Tidak menginformasikan kekayaan bersih keluarganya hanya membuat kekayaan itu semakin sulit diketahui, begitu sulit sehingga tidak ada yang bisa membuat


perkiraan yang tepat.


Apa pun yang dilihat atau didengar publik tentang kekayaannya hanyalah puncak gunung es; apa yang ada di bawah permukaan boleh jadi jauh lebih mencengangkan daripada yang bisa dibayangkan siapa pun.


Setelah membaca bagian ini, Omar tiba-tiba merasa senang bahwa dia tidak cukup bodoh untuk menyinggung pria itu tadi. Kalau tidak, dia akan berada dalam


masalah besar.


Sementara itu, Tasya meletakkan spageti di piring setelah dia memasaknya dan


membawanya ke meja makan, di mana Jodi memberitahunya dengan gembira, “Bu, laptopmu kembali!”


Wanita itu membeku. Apakah Omar mampir? Dia bergegas menuju kamar tidur utama, dan melihat seseorang yang sedang berjongkok di dekat meja dan merakit sesuatu dengan semangat.


Orang itu bukanlah Omar, melainkan Elan.


Pria itu telah melepaskan jasnya dan menyingsingkan lengan bajunya, dan saat ini, dia sedang menyiapkan laptop Tasya.


“Kamu tahu apa yang kamu lakukan, bukan?” Tasya bertanya dengan santai sembari mengintip dari balik bahu Elan. Dia tidak terlalu meragukan pria itu, namun dia khawatir karena telah membuat Elan mengerjakan tugas membosankan semacam ini. Bagaimanapun juga, dia tumbuh dalam keluarga yang kaya raya, dan dia mungkin terbiasa memerintahkan orang-orang di sekitarnya.


“Kepercayaanmu padaku sangat kecil,” dia berkata dengan sinis selagi dia melakukan pekerjaan itu tanpa menatap Tasya.


Tasya menyadari nada permusuhan Elan. “Bisa beri tahu aku ada apa dengan 28 panggilan darimu padaku malam ini? Aku sungguh mengira sesuatu terjadi padamu.”


Tatapan Elan menggelap saat itu, dan pria itu berbalik untuk memelototi Tasya dengan marah selagi dia menuntut, “Tasya, tidakkah kamu merasa sedikit bersalah karena memperlakukanku seperti ini?”


Setelah mendengar ini, Tasya ternganga tanpa bisa berkata-kata. Orang-orang yang tidak tahu akan mendengar tuduhan marahnya dan mengira bahwa Tasya telah mengambil uang Elan setelah


mempermainkan hati pria itu. Sayangnya, Tasya tidak bersalah, dan satu-satunya kejahatan yang mungkin dia lakukan adalah tidak mengangkat teleponnya.


Tasya menatapnya dengan canggung. “Benar, aku tidak mengangkat teleponmu, tetapi kamu tidak perlu bersikap seperti ini.” Untuk sesaat, dia berpikir bahwa Elan mirip dengan ibu rumah tangga yang sedang kesal. Pemikiran itu membuatnya tergagap, dan dia tertawa terbahak-bahak sehingga dia harus berpegangan pada kusen pintu untuk menjaga keseimbangan dirinya.


Elan memelototinya dengan tatapan suram. Jika tatapan bisa membunuh, Tasya pasti sudah mati sekarang. “Aku tidak percaya kamu menganggap ini lucu.”


Tasya tahu bahwa menertawakan Elan seperti ini sedikit tidak sopan, namun sangat menghibur melihatnya berjongkok di dekat laptop sambil mencoba merakit bagian bagiannya. Akhirnya, Tasya menelan sisa tawanya. “Oke, aku berhenti, tetapi kamu harus berjanji kepadaku bahwa kamu tidak akan meneleponku berkali-kali hanya karena aku tidak mengangkat teleponmu. Aku akan sangat ketakutan,” katanya, menunjukkan bahwa dia benar-benar khawatir tentang panggilan telepon Elan yang tiada henti. Kemudian, Tasya memasang wajah khawatir ketika dia menambahkan, “Aku membuat spageti. Kenapa kamu tidak memakannya sebelum menyiapkan laptop?”


Elan memang lapar, dan dia juga sudah selesai menyiapkan komputer. Dia bangkit dan memicingkan mata ke arah Tasya. “Pria yang tadi itu–kamu bilang siapa namanya?” dia bertanya dengan suara lirih.


“Omar,” jawabnya sambil berkedip.


“Dia bekerja di mana?”


“Di gedung dekat kantorku.”


“Apa yang dia lakukan?”


“Dia seorang pemrogram.” Wanita itu sedikit bingung dengan pertanyaan Elan. Apakah pria ini benar– benar menginterogasiku sekarang?


Saat ini, Elan tinggal selangkah lagi dari Tasya. Tatapannya menjadi sangat suram saat dia berucap, “Baik. Aku akan mengingatnya.”


Tasya akhirnya mengerti mengapa Elan bertanya tentang Omar. Wanita itu mengulurkan tangannya dengan cepat dan mencengkeram lengan Elan dan mendesak dengan panik, “Tunggu, apa yang kamu maksud dengan itu? Kamu tidak akan mengganggunya, bukan?”


“Jika dia terus mengganggu wanitaku, aku akan melakukan lebih dari sekadar mengganggunya. Dia harus berhati-hati jika ingin tetap hidup.” Ada kilatan kekejaman di matanya yang gelap saat dia mengatakan ini, dan Tasya merasa dia melihat tatapan berbahaya melintas di wajah Elan yang tampan.


Ketika pria itu hendak berjalan keluar pintu, Tasya mendadak merasa perlu meluruskan semuanya dengan Elan. Tasya bergegas menuju pintu dan menutupnya agar putranya tidak mendengar percakapan ini. “Elan, jangan pernah berpikir untuk menyakitinya.”


Ledelse


“Kamu sepertinya mengkhawatirkan dia. Kenapa? Kamu menyukainya atau apa?” Elan bertanya dengan dingin tanpa sedikit pun kehangatan di mata berwarna obsidiannya yang di dipenuhi badai.


Previous Chapter


Next Chapter



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.