Ruang Untukmu

Bab 296



Bab 296

Bab 296


Ruang Untukmu


Bab 296


Waktu sudah menunjukkan jam 21.30. Tasya tanpa sadar menguap begitu dia melihat ke luar jendela dan memperhatikan langit malam musim kemarau. Sepertinya musim hujan sudah mendekat. Saat ini, dia mendengar suara dari pintu masuk utama vila, dia menebak kalau Elan dan Jodi sudah pulang dari jalan-jalan mereka.


Begitu wanita itu keluar menyambut mereka, dia melihat kalau Elan menggendong Jodi yang sedang tidur di lengannya dengan salah satu mantelnya menyelimuti tubuh anak laki-laki itu. Merasa terkejut, si wanita bergegas mendekati pria itu dan bertanya, “Bagaimana dia tertidur?”


“Jodi lelah berjalan. Aku akan membawanya ke kamar.”


awa


Setelah mengatakan itu, Elan mulai menaiki tangga dengan kakinya yang panjang tatkala Tasya mengikutinya dengan saksama. Elan sudah bertingkah seperti seorang ayah. Dia menempatkan Jodi di tempat tidur dengan lembut, melepas mantel dan sepatunya, menyelimuti anak itu dengan selimut, menyelipkannya, dan menyisir rambut hitam legam Jodi dari dahinya sebelum si pria mencium kening anak itu.


Tasya merasa terkejut tatkala dia berdiri di depan pintu dan menyaksikan interaksi mereka. Wanita itu bertanya-tanya, Apa cinta Elan kepada Jodi itu benar–benar nyata?


Apa Elan benar–benar menyukai anak yang tidak memiliki ikatan darah dengannya?‘


Wanita itu masih melamun ketika pria itu berjalan mendekatinya dan mengambil kesempatan untuk memeluk pinggangnya. Si pria lalu menutup pintu dengan lembut. Merasa panik, wanita itu buru-burunovelbin


mundur dan mengulurkan tangannya mendorong dada pria itu menjauh. Namun, pria itu malah sengaja menempel di dekatnya. Mata Elan yang dalam mengungkapkan segudang emosi. Adegan di kamar mandi tadi sudah menyulut api dalam dirinya.


“Elan, jangan.”


Tasya menatapnya dengan tenang dan berkata, “Ada sesuatu yang mau kukatakan kepadamu.”


Pria itu seperunya sudah menebak kalau ini akan terjadi dan dia buru-buru menunjuk ke arah ruang tamu di lantai dua dan berujar, “Kita akan berbicara di sana.”


Si wanita mengikutnya dengan mengernyitkan keningnya. Suasana hatinya sedang tidak terlalu baik. Pria yang berjalan di depannya itu tiba-tiba berbalik ke arahnya dan menawarkan, “Aku bisa membiarkanmu melihatku telanjang kalau menurutmu itu tidak adil.”


Hanya butuh sedetik bagi Tasya untuk memahami perkataan Elan.


“Aku tidak mau,” gumam si wanita sambil melirik pria itu malu-malu.


“Yah, kamu yang rugi,” kata pria yang sekarang berada di belakangnya yang terdengar sangat percaya diri.


Wanita itu duduk di sofa dengan wajah mcrona dan dia memelototi si pria dengan marah, “Apa kamu bisa mengetuk pintunya sebelum masuk lain kali?”


“Kukira kamu sedang memandikan Jodi. Aku minta maaf,” kata pria itu dengan sungguh-sungguh.


Lagi pula, Elan memang salah. Tasya sendiri tidak mau menyelidiki masalah ini lagi karena sudah terjadi. Berdebat tentang hal itu hanya akan membuatnya merasa semakin malu. Sebagai seseorang yang telah melahirkan seorang anak, itu tidak terlalu menjadi masalah baginya.


“Terima kasih sudah merawat dan melindungi Jodi dan aku selama ini. Aku melihat berita sore ini kalau Lukman sudah ditangkap. Mengingat kami sudah aman sekarang,” Tasya mengutarakan pikirannya, “Aku sudah memutuskan kalau aku akan membawa Jodi pulang ke rumahku besok.”


Alis Elan mengerut saat mendengarnya. “Semuanya baik-baik saja selama kamu tinggal di sini. Kenapa kamu harus pindah?”


“Aku tidak bisa terus mengganggumu … aku-”


“Aku suka kalau kamu mengganguku,” potong Elan di tengah kalimat dengan mata dalam pria itu terarah kepadanya.


Wanita itu mau mengucapkan selamat tinggal dengan benar, tetapi begitu dia mendengar si pria menyela, dia berkedip beberapa kali dan menggerutu, “Apa kamu tidak bisa tidak menyelaku?”


“Tasya, biarkan aku ‘membeli’ dirimu. Sebutkan saja harganya!”


Sembari duduk di sofa yang berwarna gelap, Elan terlihat seperti seorang raja yang mulia dan taal. Sementara itu, Tasya mulai merasa kalau perpisahannya semakin menyimpang dari jalurnya karena pria itu. Dengan jengkel, wanita itu menghela


napas, “Elan, apa kamu bisa membiarkanku menyelesaikannya?”


“Hanya kalau kamu berjanji untuk tetap tinggal di sini. Aku tidak mau mendengar apa pun lagi.”


Pria itu mau bertindak keras kepala meskipun mengetahui kalau si wanita akan tetap pergi begitu dia memutuskan pergi. Wanita itu mengabaikan perkataan si pria dan melanjutkan, “Terima kasih sudah menampungku dan Jodi dan cukup la-”


“Bagaimana kamu akan berterima kasih kepadaku?” sela Elan yang membuat Tasya terdiam.


Wanita itu mengamuk dalam hati, Kasar sekali dia!


Bukannya menjawab, wanita itu malah melontarkan pertanyaan kepada si pria, “Bagaimana kamu mau aku berterima kasih kepadamu?”


“Kamu tahu apa yang kumau,” jawab pria itu yang melemparkan percakapannya kembali kepada Taysa.


Mengetahui kalau itu adalah sesuatu yang tidak akan dia setujui, wanita itu berpura pura bodoh dan dan berseru, “Bagaimana aku tahu apa yang kamu mau?”


“Jadi, itu hanya kata-kata belaka saat kamu bilang kalau kamu mau berterima kasih kepadaku?” tanya pria itu berpura-pura kesal.


“Hmm, tentu saja aku tulus tentang itu.”


Mata Elan lalu beralih menatap muram ke tempat lain.


“Namun, kamu tidak tahu apa yang kumau” gumam pria itu. Si pria terlihat seperti anak terlantar saat ini.


Previous Chapter


Next Chapter


READING FREE LIGHT NOVEL AT NOVEL BIN



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.