Ruang Untukmu

Bab 470



Bab 470

Bab 470


Bab 470


“Arahkan kesana dan perhatikan situasinya.” Ujar Roy yang mendekati laki–laki itu.


Tasya mengikuti Roy dengan gugup.


Tasya melihat sebuah kamera yang menampilkan lokasi spesifik dan gambarnya diperbesar sampai terlihat gambar beberapa penculik yang sedang berjaga di dek kapal. Kamera lalu beralih ke arah lain, tapi Jodi tidak terlihat. Tiba–tiba, kamera mengarah pada sosok seorang perempuan yang sedang menikmati secangkir teh di dek lantai tiga kapal.


Meskipun kamera tidak menunjukkan dengan jelas gambar itu, Tasya seketika mengenali perempuan yang ada di layar. Terkejut, dia berseru, “Alanna? Itu Alanna Danu!”


Roy, pun juga sama terkejutnya. Ketika kamera diperbesar lagi, dia menyadari kalau itu adalalı Alanna, yang sedang menikmati secangkir kopi. Ada dua orang yang mendekatinya, sepertinya mereka sedang melaporkan sesuatu. Tapi Roy dan yang lain tidak bisa mendengar pembicaraan mereka dan hanya bisa melihat gambarnya saja.


“Semua penculik itu anak buahnya?” Tanya Tasya tidak percaya. Dia tidak percaya kalau Alanna adalah dibalik penculikan ini.


Alanna memang membenci saya, tapi kenapa dia harus menculik anak saya? Dan kenapa dia ingin Elan datang? Apa yang jadi alasannya? pikir Tasya.


Ada satu hal yang membuat Tasya sangat khawatir sampai dia tidak bisa bernapas. Karena Alanna membencinya, bagaimana Alanna akan memperlakukan anaknya?


“Dia pasti akan menyakiti Jodi!” ujar Tasya sambil memegang dadanya. Hatinya terasa sakit.


Sementara Roy, yang berdiri di sampingnya, hanya bisa menenangkan Tasya, “Jangan khawatir, Nona Tasya. Dia tidak akan melakukan apapun pada Jodi sebelum Pak Elan menyetujui permintaannya.”


“Jarak mereka sejauh 100 mil dari laut lepas internasional. Sepertinya mereka ingin bertukar sandera di laut internasional.”


Sejak Jodi menghilang, setiap detik berlalu rasanya bagai sebuah penyiksaan bagi


Tasya.


“Roy, menurutmu apa yang diinginkan Alanna dari Elan?”


Kebetulan sekali, saat itu Roy menerima pesan, dan dia segera membacanya. Setelah itu, barulah dia mengerti semuanya.


“Saya baru saja menerima informasi kalau Alanna bukanlah anak haram Lukas. Mereka bukan Ayah dan anak. Mungkin Alanna ada di pihak Rully, dan semua yang dia lakukan saat ini adalah untuk merebut Grup Prapanca dari Pak Elan. Dan apa Vans mereka inginkan dari lak Elan, mungkin mereka ingin beliau menandatangani sebuah surat yang menguntungkan mereka.”


“Sama seperti dulu saat Rully yang ingin agar Elan menandatangani surat perjanjian untuk menyerahkan setengah dari saham Grup Prapanca? Tapi Elan ada di tangan mereka sekarang. Apakah mereka akan menyakiti Elan saat dia sudah menandatangani suratnya?” Semakin Tasya memikirkannya, dia jadi semakin takut. Elan adalah satu–satunya cucu Hana. Kalau terjadi sesuatu padanya, bagaimana keluarga Prapanca bisa bertahan hidup?


“Jangan khawatir. Pak Elan pasti tahu jalan keluarnya.”


Baru saja Roy selesai berbicara, ponselnya berdering. “Telepon dari Pak Elan.”


Roy segera membawa Tasya ke ruangan lain untuk menjawab telepon itu, dan Roy menyalakan mode pengeras suara. “Pak Elan!”


“Apa Tasya bersamamu?” tanya Tasya.


“Saya ada disini,” jawab Tasya.


“Kalian harus tahu kalau Alanna adalah dalang penculikannya. Kalau saya tidak keliru, dia bekerja untuk Rully. Saya akan menyelamatkan Jodi.”


“Bagaimana denganmu? Bagaimana kamu pulang nanti?” tanya Tasya. Suaranya tercekat karena isak tangisnya.


“Saya akan aman,” ujar Elan menenangkannya.


“Kami sudah melacak lokasi kapal pesiar Alanna, Pak Elan. Tapi kami tidak bisa mendengar apapun. Kami hanya bisa melihat beberapa cuplikan saja. Kami akan menyelamatkan Anda secepat mungkin.”


“Bagus. Tapi, jangan bertindak sebelum Jodi aman. Ikuti rencananya dan ingatlah, Jodi adalah prioritas utama,” tegas Elan, seolah nyawa Jodi lebih berharga daripada nyawanya sendiri.


Sedangkan Tasya, sudah tak kuasa membendung air matanya. Dia menutup bibirnya dan berusaha menyembunyikan tangisnya, karena takut Elan akan mengkhawatirkannya.


Roy tidak tega melihat Tasya dalam kondisi seperti itu. “Pak Elan, tolong bertahanlah sebisa Anda. Kami akan berusaha untuk menyelamatkan Anda.”


“Baiklah. Biarkan saya berbicara dengan Tasya” ujar Elan.


Roy lalu keluar dari ruangan setelah memberikan ponselnya pada Tasya.


Dalam ruangan yang sunyi itu, Elan bisa mendengar isak tangis Tasya. “Apa kamu bisa bicara sekarang? Kalau tidak, kita bisa bicara lagi setelah kamu tenang.”


“Saya baik–baik saja. Kamu bisa bicara sekarang!” ujar “Tasya sambil terisak. Dia memaksa dirinya untuk tetap tenang, tapi suaranya tetap terdengar serak.


Previous Chapter


Next Chapter


READING FREE LIGHT NOVEL AT NOVEL BIN



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.