Ruang Untukmu

Bab 656



Bab 656

Bab 656


Bab 656


Meila langsung tidak senang ketika dia menyadari bahwa Salsa mengenakan gaun yang bagus, belum lagi, Salsa terlihat sangat menarik dengan gaunnya.


Mata Salsa berkedip ke arah Arya ketika dia berkata perlahan, “Saya baru mulai bekerja sebulan yang lalu, jadi saya tidak punya seragam.”


“Kalau begitu saya akan menyiapkan seragam untukmu,” kata Meila sambil menyeringai.


“Tidak perlu untuk itu,” sela Arya. “Sejujurnya, menurut saya seragam adalah konsep yang kaku.”


Perkataan Arya membuat Meila tersedak tehnya. Meila mulai bertanya-tanya siapa Salsa harus mendapat perhatian seperti itu dari Arya, dan mengapa dia terus membelanya.


“Terima kasih, Tuan Muda Arya,” kata Salsa, lalu pergi dari ruang tamu. Setelah ada Meila, Salsa punya perasaan bahwa hidupnya di sini tidak akan bahagia sekarang. Wanita itu pencemburu, pikirnya muram. Tetap saja, Salsa tidak perlu menderita seperti ini jika dia bisa menemukan kalung Arya.


Di mana pusaka keluarga itu berada? Salsa ingin berteriak karena putus asa. Dari semua orang yang bisa Salsa tangani, hanya orang brengsek seperti Arya yang tidak bisa dia tangani.


Sementara itu, di kediaman Prapanca, pagi itu Tasya menerima telepon dari Luna. Luna memberitahu Tasya bahwa dia sangat ingin mendesain perhiasan yang sempurna untuk pertunangan temannya dan Luna bertanya apakah dia bisa mampir untuk meminta masukan dari Tasya pada sketsa desainnya hari ini.


Tentu saja, Tasya tidak menolaknya dan mengundangnya datang ke rumah tanpa ragu-ragu.


Pada pukul 16.00 hari itu, Luna masuk ke teras mobil vila Elan. Luna berjalan melewati pintu depan dan masuk ke ruang tamu, kemudian dia disambut oleh Tasya, yang terlihat menarik mengenakan gaun panjang berwarna lembut. “Luna.”


“Nyonya Prapanca.”


“Tolong, panggil saya Tasya. Nyonya Prapanca kedengarannya terlalu formal,” kata Tasya dengan ramah.


“Saya sudah lama ingin memanggilmu dengan nama depanmu sejak pertama kali kita bertemu, tapi saya tidak ingin menyinggung perasaanmu,” ujar Luna. Dengan senyum mengejek diri sendiri, dia mengatakan, “Keluarga kami sangat ketat soal formalitas.”


Tidak apa-apa. Kamu bisa memanggil saya dengan nama saya saat kita sedang berdua saja,” kata Tasya sambil tersenyum. Tasya kemudian menilai penampilan Luna hari ini. Pakaian Luna sangat cocok dalam warna gelap dengan daya tarik feminin. Luna juga mengenakan riasan yang sangat tipis yang menonjolkan fitur halusnya.


Setelah mengambil sketsa dari Luna dan melihatnya sepintas, Tasya memuji, “Pasti ada bakat di sini―dan kreativitas juga.”


“Hanya inspirasi yang tiba-tiba, saya rasa,” kata Luna dengan rendah hati, tertawa. “Biasanya saya tidak punya banyak waktu, apalagi dengan investasi bisnis dan sebagainya.”


Tasya menyoroti beberapa bagian desain yang perlu diperhalus dan menyarankan beberapa cara agar Luna


dapat mencapainya. Luna mengangguk dengan senang dan berkata, “Kamu benar-benar profesional, Tasya.”


Setelah menunjukkan beberapa hal lagi dan berbagi beberapa trik dengan Luna, Tasya bahkan tidak menyadari bahwa satu jam telah berlalu sampai dia memeriksa waktu dan melihat bahwa waktu sudah menunjukkan pukul 17.30. Tasya kemudian bangkit berdiri untuk meminta pelayan dapur menyiapkan makan malam, tetapi saat Tasya mengundang Luna untuk tetap tinggal, Luna menggelengkan kepalanya dan berkata dia harus pergi.


“Terima kasih atas undangannya. Tasya, tapi saya punya rencana untuk malam ini dan saya harus pergi,” ujar Luna, sambil mengumpulkan barang-barangnya saat turun dari sofa.


“Tapi ini sudah sangat larut, dan Elan akan segera pulang. Ayo, tinggallah dan makan malam,” desak Tasya.


“Bagus sekali tawaranmu, namun saya tidak bisa memaksa, setidaknya tidak untuk malam ini. Lain kali saya akan makan malam bersama, oke?” kata Luna dengan sopan tapi tegas menolak Tasya.


“Kalau begitu, sampai jumpa di lain hari.” Tasya berjalan bersamanya keluar pintu dan menuju ke mobil.


Duduk di kursi pengemudi, Luna memberinya lambaian kecil dan berkata, “Terima kasih untuk hari ini. Sampai jumpa!”


“Berkendara dengan hati-hati.” Melampaikan tangannya, Tasya menyaksikan mobil keluar dari halamannya dan keluar dari gerbang depan.


Saat itu, cahaya matahari terbenam terpancar di taman, menghiasi dengan rona keemasan yang hangat.


Di balik mata jernih dan cerah Tasya, dia memikirkan sesuatu saat dia berdiri di luar. Tasya tidak kembali ke ruang tamu. Sebaliknya, Tasya melirik arloji di pergelangan tangannya. Jodi seharusnya


sudah pulang sekarang.


Seperti yang diharapkan, mobil-mobil yang mengawal Jodi itu berhenti di luar rumah tetapi tidak masuk. Jodi keluar dari salah satu mobil dan berlari melewati gerbang. Jodi berlari menghampiri Tasya ketika dia melihatnya dan bertanya dengan gembira, “Mama, apakah kamu menunggu saya?”


“Ya, saya menunggumu,” jawabnya dengan senyum penuh kasih sayang.


Jodi berseri-seri dan memegang tangannya sambil berseru, “Saya sangat mencintaimu, Mama!”


“Mama juga mencintaimu.” Tasya mengulurkan tangan untuk mengacak-acak rambutnya, lalu membawa Jodi


masuk ke dalam rumah.


Ketika Jodi masuk ke ruang tamu dan melihat anak kucing sedang melesat bolak-balik di sofa, Jodi segera meletakkan tasnya dan mulai bermain dengan kucing itu. Kucing kecil itu semakin manis sejak pertama kali mereka mendapatkannya.


Menjelang malam, sebuah mobil sport Bugatti hitam parkir di teras. Suara halus mesin mobil menandakan bahwa Elan telah pulang.



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.