Ruang Untukmu

Bab 714



Bab 714

Bab 714


Bab 714


Tiba–tiba saja, Arya memiliki keinginan untuk memanfaatkan momen ini untuk melakukan apa yang diinginkannya dan mengejar orang yang disukainya. Jika tidak, dia takut kalau dia akan kehabisan waktu untuk mendapatkan Salsa di tangannya. Dia pun mengalihkan pandangannya ke arah Perusahaan Prapanca lagi sambil berpikir keras.


Tiga hari kemudian, berita tentang kematian Hana sudah dimuat di surat kabar, sehingga menyebabkan kegemparan di masyarakat kelas atas. Pada saat yang sama, media mengalihkan perhatian mereka pada Nyonya Muda Prapanca yang baru saja diangkat, Tasya, yang akan segera menjadi wanita paling berkuasa di Keluarga Prapanca.


Pemakaman Hana juga sedang dipersiapkan. Elan menangani semuanya dan hampir tidak tidur, sementara Tasya tidak pergi ke perusahaan dan mempersiapkan pemakaman bersamanya. Hana telah meminta dengan sungguh–sungguh untuk tidak menjadikan pemakamannya sebagai masalah yang besar. Dia hanya berharap pada hari dia dimakamkan di tanah, anggota Keluarga Prapanca dan beberapa temannya akan datang untuk mengantarnya.


Hari itu, Jodi akhirnya kembali dari rumah Nando. Saat tiba di rumah, dia langsung bertanya kepada Tasya, “Mama, Paman Nando berkata kalau Nenek buyut sudah pergi ke suatu tempat yang sangat jauh, dan saya tidak bisa melihatnya lagi.”


Tasya menarik Jodi ke dalam pelukannya dan berkata dengan lembut, “Kalau begitu, kamu pasti akan merindukannya, kan?”


“Saya pasti akan merindukannya. Bagaimana dengan panggilan telepon? Bolehkah saya menelponnya?”


Mata Tasya tiba–tiba memerah, dan dia tak bisa menahan air matanya agar tidak jatuh. Dia memeluk putranya dan berkata, “Jodi, Nenek buyut telah meninggalkan kita. Mari kita jaga dia di dalam hati kita, dan dalam beberapa hari ini, kita akan pergi dan mengunjunginya bersama, oke?”


Jodi menyeka air mata dari mata ibunya dengan bijaksana, seolah dia mengerti ke mana Hana pergi. Dia pun menghiburnya, “Ma, apakah Nenek buyut sudah meninggal? Mama tidak perlu menyembunyikannya dari saya. Saya tidak takut.”


Saat Tasya menatap tatapan tegas milik putranya, dia pun memeluknya dengan lega dan mengangguk pelan. “Benar, nenek buyutmu telah pergi ke surga. Kamu bisa merindukannya.”


“Saya akan merindukannya.”


Saat itu, seseorang muncul di ambang pintu saat Elan berjalan masuk. Dia telah mendengar segalanya, dan dia ingin putranya juga tahu tentang kematian Hana.


“Papa.” Bocah laki–laki itu melompat ke pelukan ayahnya, matanya yang besar memerah seolah dia mengerti apa artinya kehilangan orang yang dicintai.


Elan memeluknya dan memberinya ciuman. “Anak pintar.”


Ketika Tasya datang, Elan sudah mengulurkan tangan. Melihat suaminya yang tidak tidur selama beberapa hari, dia pun berjalan untuk memeluknya, merasakan sakit di hatinya. Begitulah, keluarga beranggotakan tiga orang itu berpelukan dengan erat di ruang tamu yang besar.


Di depan pintu masuk Kediaman Keluarga Anindito, tiga mobil SUV hitam sudah berhenti, dan Arya berjalan dengan beberapa eksekutif senior Perusahaan Anindito di belakangnya.


Donni memandang pemuda itu dengan heran sebelum dia bertanya dengan suara yang dingin, “Pak Arya, apa


artinya ini?”


“Pak Donni, saya minta maaf atas semua yang telah saya lakukan kepada anda. Saya mengakuisisi perusahaan anda karena niat yang jahat, tetapi sekarang, saya akan mengembalikan saham milik anda. Silakan ambil alih perusahaan anda lagi.” Nada suara Arya berbeda, seolah–olah dia telah berubah menjadi orang lain, dan dia bahkan berbicara dengan hormat kepada Donni.


Donni langsung terkejut sampai ke dalam relung hatinya. Apa yang direncanakan oleh pemuda ini? Pertama, dia mengambil alih perusahaannya, tetapi sekarang dia malah mengembalikannya. Prosesnya sangat rumit, tapi Arya mengembalikannya lagi hanya karena dia mengatakannya begitu saja?


“Pak Arya, tolong jangan mempermalukan saya lagi. Ambil saja perusahaan itu jika anda menginginkannya! Tapi saya memperingatkan anda, berhentilah mengganggu putri saya,” Tegas Donni.


“Salsa dan saya hanya berteman.” Arya memulai dengan serius, lalu menoleh dan melirik kepada beberapa pegawai. “Kalian semua, bicaralah dengan Pak Donni!”


Orang–orang ini semuanya adalah bawahan Donni sebelumnya, dan mereka segera datang untuk membujuknya untuk mengambil alih semua urusan di perusahaan.


“Pak Donni, perusahaan tidak bisa hidup tanpa anda! Untungnya Pak Arya mengembalikan saham perusahaan kepada anda!”


“Benar! Pak Donni, anda masih sangat muda. Anda harus memikirkan masa depan istri dan juga putri anda!”


“Perusahaan masih berjalan dengan baik. Kami hanya menunggu anda kembali dan membawa lebih banyak kesejahteraan dan kesuksesan kepada kami!”


Tentu saja, Donni ingin mendapatkan kembali perusahaannya—lagipula itu adalah pekerjaan untuk seumur hidupnya. Dia lalu berjalan keluar menuju halaman, hanya untuk melihat Arya sedang berdiri di samping kolam dengan tangan di sakunya, sambil mengagumi ikan mas yang ada di dalamnya dengan santai.



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.