Ruang Untukmu

Bab 869



Bab 869

Bab 869


Ruang Untukmu


Bab 869


Setelah berkata, Anita membalikkan jaring dan membiarkan ikan itu terlepas dari dalamnya, sementara laki- laki di sebelahnya menatapnya tanpa berkata-kata. Setelah itu, dia mengibaskan rambut panjangnya dan menjelaskan, “Saya sudah memaafkannya. Saya tidak akan menangkapnya untuk dijadikan sup.”


Sorot mata Raditya sedikit menggelap; gadis yang memancarkan hati yang baik ini memang sangat menawan.


Anita kemudian berdiri, tiba-tiba tampak kilatan cahaya di matanya. Dia langsung melihat apa yang bersinar di tengah-tengah kolam.


“Apa itu?” tanya Anita, menunjuk ke benda yang bersinar.


Raditya menoleh untuk melihatnya. Di dalam batu berwarna abu-abu putih, ada benda transparan yang berkilauan, tetapi tersangkut di batu, hanya terlihat sedikit ujungnya.


“Tunggu.” Setelah Raditya selesai bicara, dia melepas sepatu dan kaos kakinya dan masuk ke dalam air untuk mengambil benda itu untuknya. Anita merasa tersentuh. Apakah dia mau mengambil benda berkilauan itu untuk saya?


Raditya mengambil benda itu dari dalam air, dan ternyata adalah sebuah batu kristal kecil berwarna putih.


“Wow! Sebuah kristal!” Anita senang menerimanya, lalu mengedip-ngedipkan matanya yang cantik dan


cemerlang.


Tatapan laki-laki itu terpaku padanya. Dalam pandangannya, mata perempuan ini jauh lebih jernih dan indah daripada batu kristal itu.


“Saya mempunyai ide!” Anita teringat akan sesuatu saat menggenggam batu kristal dengan riang. “Bila kita bisa mengubah batu ini menjadi kalung, bagaimana kalau membuat satu untuk masing-masing kita?” dia


bertanya padanya.


“Saya tidak memakai benda seperti itu.” Raditya menolak.


“Tetapi kamu yang mengambil batu ini dari sana!” Anita sangat ingin berbagi dengannya.


“Buat kamu saja.” setelah menyelesaikan kalimatnya, Raditya duduk dan memakai kaos kaki dan sepatunya. Anita memandanginya, dengan sorot mata berbinar-binar. Semakin Raditya tidak menginginkannya, semakin Anita ingin memberikan batu itu kepadanya.


Kita lihat apakah dia berani membuangnya! Anita merasa sensasi mendominasi bersemi di dalam hatinya.


“Pak Laksmana, kenapa tiba-tiba kamu bersikap begitu baik dan datang menolong saya?” Anita duduk di atas batu, sambil menggenggam batu kristal.


“Saya sudah berjanji pada orang tuamu untuk menjagamu,” Raditya menjelaskannya dengan santai.


Sorot mata Anita tampak kecewa. Rupanya Raditya datang menghampiri bukan demi dirinya semata!


Artinya, semua yang dilakukannya selama ini adalah demi tugas dan kewajibannya.


8


“Saya tidak perlu dimanjakan seperti itu. Kamu tidak perlu menjaga saya dalam segala hal.” Anita


melawannya seperti bocah bandel. Setelah selesai berbicara, dia berdiri dan menunjuk jalur pegunungan yang ada di depan mereka. “Saya akan mendaki gunung. Kamu tidak perlu ikut.”


“Jangan konyol. Ayo pulang.” Raditya berdiri dan memerintahnya.


“Saya bukan anak buahmu, dan tidak wajib menuruti semua perintahmu.” Anita selesai bicara dan memutuskan untuk mendaki gunung.


Kesabaran Raditya sudah habis, dan dia tidak suka orang lain tidak mematuhi perintahnya. Dia melangkah maju, dan saat Anita sudah beberapa langkah di depan, dia meraih tangannya dan menariknya untuk turun.


“Hei! Raditya, lepaskan saya! Kamu tidak bisa seenaknya memerintah saya.” Amarah bergejolak di dalam diri Anita sambil mendorong tangan laki-laki itu.


Melihatnya berusaha melepaskan diri, dalam sekejap, Raditya mengangkat kakinya dan membopongnya di atas pundaknya. Anita merasa tubuhnya terbalik dan terkejut.


“Raditya, lepaskan saya!” Anita sangat marah sampai menendang-nendang kakinya, tetapi laki-laki itu mengabaikan rengekannya dan membopongnya sampai ke gerbang, sehingga menarik perhatian banyak


orang.


Saat itu, tiga laki-laki yang sedang berdiri di dekat air minum menyaksikan pemandangan itu dengan


terheran-heran.


Jodi menepuk pundak Teddy. “Ucapanmu barusan terlalu dini untuk dikatakan. Rupanya Pak Raditya belum mengerti cara mengejar gadis dengan benar.”


“Bagaimana bisa Pak Raditya memperlakukan Anita seperti ini? Dia sama sekali tidak lembut!” Sandro juga menghela napas.


Anita dibopong Raditya sepanjang jalan sampai ke depan pintu kamarnya sebelum diturunkan olehnya. Wajahnya memerah karena sangat marah, tetapi laki-laki itu berbalik dan pergi seakan tidak terjadi apa- apa.


“Hei, Raditya! Saya benci kamu,” ucap Anita marah.


READING FREE LIGHT NOVEL AT NOVEL BIN



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.