Ruang Untukmu

Bad 1196



Bad 1196

Bad 1196


Bab 1196 Kompensasi


Sementara itu. Qiara membuka matanya di ruang gawat darurat dan melihat sinar putih yang menggantung di atas kepalanya. Apakah saya sudah mati? Apakah saya sudah berada di surga? Itu adalah pikiran pertama yang melintas dalam benaknya. “Kamu sudah siuman?” Tiba–tiba, Qiara merasakan seseorang mengguncang–guncang tangannya sebelum sinar putih menghilang dari penglihatannya. Setelah itu, beberapa orang bermasker muncul di hadapannya. Mereka adalah dokter yang memakai jas bedah, dan sedang memandanginya dengan khawatir.


Qiara sangat terkejut sampai bangkit terduduk sebelum memeluk dirinya dengan sorot wajah bahagia. “Saya masih hidup! Saya tidak mati! Terima kasih Tuhan saya masih hidup!” ujarnya. Para dokter di sekitarnya menghela napas lega saat melihat yang dialaminya hanyalah beberapa luka dan goresan di tubuhnya. Tak lama kemudian, Qiara didorong keluar dari ruang gawat darurat. Dia masih berbaring di ranjang rumah sakit, dan para dokter telah memberi perintah untuk memindahkannya ke kamar rawat inap untuk pemeriksaan lebih lanjut.


Qiara ingin tahu siapa pemilik mobil itu, dan kebetulan dia melihat dokter berbicara dengan seorang laki–laki ketika dia didorong keluar. Laki–laki itu menoleh dan menatapnya di saat yang


bersamaan.


“Tahan,” ucapnya saat matanya terbelalak karena terkejut. Suster memelankan ranjang rumah sakit begitu Qiara terduduk menatap laki–laki itu.


“Kamu lagi,” ucap Qiara.


Sebelumnya Nando tidak sempat melihat gadis itu dengan jelas, dan baru bisa memerhatikan wajahnya saat dia terduduk di atas ranjang. “Apa lagi yang kamu lakukan di sini?” gerutunya dengan wajah tampannya yang berubah masam.


“Apakah kalian saling kenal, Pak Nando?” tanya dokter agak bingung.


“Tidak.” Nando mengerutkan kening sebelum melirik jam tangannya. “Saya harus pulang sekarang. Dia bisa tinggal malam ini untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan besok kalian bisa mengizinkan dia pulang,” perintahnya. Lalu, dia berbalik dan pergi. Mobilnya terparkir di depan lobi rumah sakit. Qiara kemudian melihat sekitar lalu segera melompat turun dari ranjang. “Anda harus rawat inap malam ini, Nona muda!” teriak suster dari belakang.


“Tidak perlu. Terima kasih.” Setelah menyelesaikan kalimatnya, Qiara mengejar laki–laki yang baru saja akan masuk ke bangku pengemudi mobilnya. Dia berlari, membuka pintu belakang dan masuk ke dalam mobil. “Apa yang kamu lakukan? Turun,” perintah Nando saat berbalik


menatapnya.


“Kamu nyaris menabrak saya. Kamu harus memberi saya ganti rugi untuk itu! Bagaimana kalau begini–kamu menyediakan makanan dan tempat tinggal untuk saya? Setelah itu kita tidak ada hutang budi lagi.” Qiara ingin mengambil keuntungan dari Nando.


Nando tidak menduga gadis penguntit itu menuntut keuntungan begitu darinya. “Saya akan hitung sampai tiga, dan saya harap kamu sudah turun dari mobil saya,” perintahnya.


“Tidak mau. Saya tahu kamu adalah presdir Grup Sofyan dan juga Tuan Muda Keluarga Sofyan. Tentu tidak akan berarti banyak bagimu untuk memberi saya makan dan tempat tinggal selama satu minggu!” Qiara sedikit tahu tentang sosok konglomerat di kota ini. Para pelayan bersikap.


sangat sopan kepada Nando saat terakhir kali mereka bertemu, dan sesaat lalu dokter pun terlihat sangat hormat kepadanya. Jelas sekali dia adalah tuan muda misterius dari Keluarga Sofyan.


“Apakah kamu ingin bermalam di kantor polisi setelah keluar dari rumah sakit?” Nando memandangnya dengan sorot mata mengancam.


Qiara terkekeh. “Tentu saja tidak. Akan tetapi, jika kamu tidak mau bertanggung jawab atas kejadian ini. besok saya akan pergi ke salah satu hotel milik keluargamu dan mengumumkan pada publik kalau kamu telah menabrak saya dan menolak bertanggung jawab setelahnya. Jadi siapa yang akan lebih merugi di sini?” tanyanya.


Nando menyipitkan matanya dan sorot berbahaya melintas di kedua bola matanya. Dia tidak pernah diancam oleh seorang perempuan seperti ini sebelumnya. Terlebih lagi. perempuan ini tidak hanya mengancam, dia juga menggetoknya, melihat kemaluannya, dan mencuri kartu akses di hotelnya, yang membuat dirinya mendapat banyak keluhan dari klien.


Saat itu, Nando berpikir mungkin dia terlalu baik bila melepasnya begitu saja. “Baiklah. Saya akan bertanggung jawab,” ucapnya sambil tersenyum tipis.


Selesai bicara, mobilnya melaju cepat di jalan raya.


“Ah!” Gadis yang duduk di bangku belakang itu tidak siap untuk semua ini, dan keningnya terbentur ke bagian belakang sandaran kursi pengemudi karena tidak memakai sabuk pengaman.


Dan setelah itu baru laki–laki itu menurunkan kecepatan mobilnya.


“Maaf: saya lupa memberitahu kamu untuk memakai sabuk pengaman,” ucapnya dengan nada jahil. “Kamu sengaja melakukannya,” ucap Qiara sambil menuduh. Sepanjang jalan, laki–laki itu fokus mengemudi dengan kecepatan tinggi, sementara Qiara asik menikmati pemandangan di luar. Qiara benar–benar lupa siapa yang sedang mengemudi mobil itu.


Tiba–tiba, dia tersadar akan sesuatu.


Ponsel yang


tadi dipegangnya telah menghilang.



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.