Ruang Untukmu

Bad 960



Bad 960

Bad 960


Bab 960


Laki–laki itu menutup mulut Anita dengan tangannya sehingga meredam jeritannya. Anita merobek masker wajahnya, marah, dan memelototi laki-laki yang secara misterius muncul di dalam kamarnya – Raditya. Ya, laki–laki yang berdiri di samping sofa tidak lain adalah Raditya Laksmana.


“Kamu .. Bagaimana bisa menyelinap ke sini?” Keterkejutannya sudah berubah menjadi amarah. Dia ingat apa yang dipastikan ibunya bahwa bahkan seekor burung pun tidak akan bisa menerobos sistem keamanan tercanggih di dalam rumah mereka. Jadi, bagaimana bisa laki–laki ini, yang jauh lebih besar daripada burung, dapat masuk? Kemudian, dengan suara penuh amarah, Anita berkata, “Kamu harus tahu bahwa seluruh area di seputar rumah saya ini sudah dipasangin jalur listrik. Jadi, bagaimana bisa kamu menerobos masuk ke sini? Kamu ingin mati? Kamu akan hangus terbakar bila menginjak satu saja dari jalur itu!”


Laki–laki itu tetap membisu untuk sesaat lamanya sebelum akhirnya tersenyum tipis. “Apakah kamu mengkhawatirkan saya?”


Anita, yang wajahnya panas karena marah, menggeretakkan giginya. “Kamu berpikir berlebihan. Mengapa pula saya harus mengkhawatirkan kamu?”


Raditya duduk di sofa di sebelahnya dan mengamati sekeliling kamar yang mewah itu. Dia hanya bisa


melenguh menyadari bahwa kamar itu begitu luas dan anggun. “Tampaknya, semua hal di barak dulu terasa begitu berat bagimu.” Seperti di rumah, dia mendapatkan perlakuan mewah yang lengkap yang pas untuk seorang pewaris yang kaya–raya, dengan perlengkapan yang serba berkualitas tinggi.


Setelah tertegun beberapa detik, Anita membentaknya, “Saya tidak semanja itu.” Kemudian, dia berpikir, bukan itu intinya. Laki–laki ini sudah menerobos masuk ke dalam kamar saya di tengah malam begini. Apa yang sesungguhnya dia inginkan? Jangan katakan dia ingin menggoda saya! Anita


menatap Raditya, agak waspada, sebelum berkata, “Kamu … Apa yang kamu lakukan di sini? Apa tujuanmu?”


Dia mengalihkan tatapannya. “Apa yang kamu ingin saya lakukan terhadapmu?”


Anita menjawab dengan nada kesal, “Saya tidak menginginkan kamu melakukan apapun pada saya.”


“Jangan takut, saya datang hanya untuk bertemu denganmu,” jelasnya. Setelah makan malam bersama Elan, dia bermaksud langsung pulang ke rumah tetapi tak dinyana dirinya tiba–tiba sudah ada di depan pintu rumah Anita. Kemudian, dia memerhatikan bahwa lampu kamar masih menyala dan menduga itu adalah kamar Anita, sehingga dia memutuskan untuk mengunjunginya.


“Apakah kamu memanjat dinding untuk bisa masuk ke sini?” tanyanya sambil berpikir. Apakah laki–laki ini adalah seekor monyet di kehidupan sebelumnya?


“Ya.” Laki–laki itu tidak menyangkal.


“Ah kamu … Bagaimana bila terpeleset dan jatuh?” Anita berkata dengan nada khawatir.


“Katamu kamu tidak mengkhawatirkan diri saya sama sekali,” katanya sambil tersenyum menggoda.


“Memang tidak.”


“Ahh…” Raditya tiba–tiba memegang lengannya dengan raut wajahnya seolah kesakitan.


Mata Anita segera menyipit saat ketika bangkit dari sofa dan berpindah ke sisi laki–laki itu. Dia menjadi begitu perhatian ketika dilihatnya laki–laki itu memegang sikunya dan bertanya, “Apa yang terjadi? Apakah


kamu kesakitan?”


Mata laki–laki ini berubah dari kesakitan menjadi penuh kepura–puraan. Dia menyipitkan matanya sebelum berkata, “Akankah kamu masih juga berkata bahwa kamu tidak mengkhawatirkan diri saya? Wow, perempuan memang benar–benar tidak sungguh–sungguh dengan apa yang dikatakannya.”


“Ah kamu …” Anita kesal dan segera memukul bahunya. “Beraninya kamu berbohong pada saya!”


Bahkan setelah dipukul, Raditya tetap senang dan gembira. Setelah itu, dia membaringkan diri dengan nyaman di sofa. Siapapun yang melihatnya dapat menyimpulkan bahwa dia terlihat begitu lelah. Anita merasa kasihan padanya dan mencari alasan bahwa kelelahannya itu bisa jadi karena tugas barunya. “Pulanglah dan beristirahatlah!” Dia berusaha untuk membuat laki–laki itu segera pergi.


Dengan cepat Raditya meliriknya dengan matanya yang hitam dan dalam sebelum menyandarkan kepalanya di atas lengannya dan menutup matanya. “Jangan khawatir. Saya hanya akan menggunakan sofamu ini sebentar. Saya akan segera pergi.”


Kecemasan Anita meningkat saat menyadari bahwa laki–laki ini tidak seharusnya ada di dalam kamarnya; dia tahu bahwa ini adalah kesalahan. “Jangan seenaknya, Raditya Laksmana. Bangunlah dan segera pergi.” Dia meraih lengan laki–laki itu dan mencoba membuatnya berdiri.


Tiba–tiba saja, laki–laki itu menjangkau lengan Anita yang ramping, menarik tubuhnya ke dalam pelukannya. Karena kekuatannya, Anita tidak memiliki pilihan lain kecuali menyerahkan diri dan jatuh ke dalam pelukannya tanpa perlawanan. Setelah Anita merasa cemas dan kehilangan orientasi, Raditya melingkarkan lengannya pada pinggang Anita, dan tiba–tiba saja menyadari bahwa dirinya sudah berada di bawah tubuh laki–laki itu.



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.