Ruang Untukmu

Bad 975



Bad 975

Bad 975


Bab 975


“Ani mungkin tidak bisa menikmati hidup seperti itu, tetapi saya hampir tidak percaya anak kita, Anita, bisa!”


“Saya tahu, bukan? Saya hanya berharap pihak mereka akan mengerti.”


“Kita bertemu saja dan membicarakan hal ini!”


“Baiklah, tetapi kita tunggu dulu sampai Anita bicara dengan Ani malam ini! Kita bisa menemui ayah saat makan malam dan berdiskusi tentang hal besok.”


Sambil berbaring dan melamun di sofa, Anita masih tidak menyangka ibunya telah mengetahui semuanya tanpa ada ‘persiapan‘ sebelumnya. Yang masih tertinggal untuk dilakukan sekarang adalah berterus terang pada Ani.


“Presdir Maldino, seseorang mengirimi undangan makan malam untuk Nyonya,” ucap asisten Darwanti saat hendak meninggallkan ruang kantor.


“Undangan makan malam apa?” Darwanti terkejut melihat asistennya menyerahkan kotak kattu undangan yang dikemas dengan mewah.


Untuk beberapa saat, dia tertegun saat membaca kata–kata yang tercetak di atasnya. Itu adalah undangan makan malam acara amal bertema mewah. Ini bukan sekadar undangan makan malam biasa.


“Anita, apakah kamu kenal dengan orang yang mengirim kartu undangan ini?” Sambil membawa kartu itu ke dalam ruang kantor, dia bertanya pada putrinya.


Tersentak, Anita lalu mengambil kartu undangan dari tangan Darwanti. Kemudian dia merobek simpulnya, dan terlihat ada catatan bertuliskan tangan di dalam kartu yang terbungkus amplop.


“Kepada Nona Maldino, Acara Makan Malam Amal Kuntum Bunga dengan hormat mengundang Anda untuk bergabung bersama kami dalam perayaan makan malam tahunan. Kami sangat mengharapkan kedatangan Anda dan terima kasih sudah menyempatkan waktu Anda untuk bertemu kami.” Undangan sederhana itu ditandatangani oleh seseorang bernama Starla Hernadar.


“Ibu, ini adalah nama ibu Raditya.” Anita terkejut dengan satu tangan menutup mulutnya.


Darwanti juga membacanya dan hanya bisa beitanya, “Sudahkah kamu bertemu ibunya?“


“Saya belum bertemu dengannya,” jawab Anita sambil menggelengkan kepala.


“Mungkin karena tahu kamu adalah kekasih Raditya maka secara khusus dia mengundangmu ke acara makan malam ini.“


Apakah Raditya sudah menceritakan tentang saya ke ibunya? Kenapa saya diundang?


Darwanti memandangi putrinya lekat–lekat saat terasa ada kekhawatiran merayap dalam dirinya. Dia berharap calon mertua Anita akan menyukainya dan dengan berbesar hati menerimanya ke dalam Keluarga


Laksmana.


“Anita tuuninkkan dirimu vano terbaik nada acara makan malam ini Munokin ini adalah nilan dari calon


Mendengar ucapan ibunya, Anita hanya bisa mengepalkan tangan dan mengangguk, “Saya mengerti, Bu.”


Kemudian dia memencet nomor ponsel Raditya meninggalkan ruang resepsionis.


“Halo.”


“Apakah kamu sudah membahas hubungan kita dengan ibumu?” tanyanya, sangat ingin tahu.


“Ada apa?”


“Saya baru saja menerima undangan makan malam dari ibumu dan saya bingung.”


“Ibu saya memang sangat ingin bertemu dengan calon menantunya.” Raditya, di seberang telepon, jelas tidak terkejut karena sudah memberitahu ibunya saat di markas bahwa dia akan mengajak kekasihnya ke rumah.


Dengan enggan Anita mengemukakan kekhawatirannya pada Raditya, “Saya baru saja turun dari mobil ketika ibu melihat saya membawa buket bunga! Ketika dia bertanya tentang hubungan kita, saya menceritakan semuanya. Sekarang, saya harus memberitahu ke semua orang di keluarga besar saya.”


“Biar saya saja yang melakukannya,” ucap Raditya pelan seakan rela menerima semua kritik dan tuduhan itu sendiri.


Namun, dia menolaknya mentah–mentah. “Kamu tidak boleh bicara. Sayalah yang memulai semua ini. Saya berhutang maaf pada keluarga saya.”


“Saya tidak ingin kamu disakiti.”


“Mereka adalah keluarga saya. Mereka tidak akan menyakiti saya dan saya hanya berharap mendapatkan restu dari mereka. Jangan khawatir, saya akan baik–baik saja,” janji Anita.


Raditya ingin melindunginya dari rasa sakit dan kritik, tetapi dia juga memiliki pikiran yang sama―tidak peduli betapa parah kesalahan yang telah dilakukan, dia akan menanggung semuanya dan tidak akan pernah melibatkannya ke dalam masalah ini.


Malam pun tiba dan Anita telah mengajak Ani untuk makan malam bersama. Secara kebetulan, Ani juga sedang bersiap–siap untuk berlibur dan dengan senang hati menemaninya makan.


Sekitar pukul 5 sore Anita mengendarai mobilnya untuk menjemput Ani, yang muncul dengan pakaian kasual, lalu dia membuka pintu bangku penumpang sambil tersenyum. “Anita, koper saya sudah siap. Saya sudah memesan tiket pesawat dan akan berangkat dua hari lagi.”



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.