Menantu Pahlawan Negara by Sarjana

Chatper 347



Chatper 347

Chatper 347


Bab 347 Kamu Sudah Terlalu Banyak Bicara


Dengan wajah memerah dan berkeringat, Melia berjalan menuruni tangga.


Tadi dia sedang bersih–bersih di lantai atas.


Mendengar suara keributan di lantai bawah, dia tahu kesempatannya untuk menjilat Ardika sudah


datang.


Karena itulah, dia bergegas menuruni tangga.


“Berani–beraninya kalian membandingkan Keluarga Santosa dengan Tuan Ardika! Keluarga Santosa


sama sekali bukan apa–apa!”


Melia menunjukkan sikap layaknya Nona Keluarga Lukito. Dalam sekejap, ekspresinya tampak dingin


dan


ganas.


Namun, aura kuatnya masih tidak bisa menakut–nakuti wanita jahat dan ganas seperti Rina.


Melihat celemek yang melingkari pinggang Melia dan sapu pel dalam genggaman wanita itu seperti


seorang pengasuh, ekspresi meremehkan langsung tampak jelas di wajah Rina.


“Dasar pengasuh nggak tahu diri! Berani–beraninya kamu memandang rendah Keluarga Santosa!


Percaya atau nggak, begitu aku melaporkan hal ini pada Keluarga Santosa, kamu hanya bisa kembali


ke pedesaan untuk menanam sawah!”


Tiga keluarga besar adalah penguasa di Kota Banyuli.


Memberi pelajaran kepada seorang pengasuh tentu saja sangat mudah bagi mereka.


“Nona … Nona Melia!”


Namun, tepat pada saat ini, Jiko, putra Rina yang berdiri di samping wanita jahat itu sudah tercengang.


“Nona? Kulihat memang mirip seorang nona.”


Rina mendengus, lalu berkata dengan nada tajam, “Kalau dilihat dari paras cantiknya, dia datang


bekerja sebagai seorang pengasuh pasti karena melihat uang majikannya. Tapi, sayang sekali tuan


keluarga ini


sudah lama mati!”


Mendengar wanita jahat itu menghina Delvin lagi, amarah Ardika langsung meledak.


“Melia, tampar dia!”


“Baik, Tuan Ardika!”


Melia langsung meletakkan sapu pelnya, lalu berjalan menuju ke arah Rina tanpa ragu.


“Coba saja kalau kamu berani, aku pasti akan merusak wajahmu!”


Rina memelototi Melia dengan ekspresi ganas, lalu mengarahkan kuku–kukunya ke wajah Melia


seolah–olah


ingin mencakar wajah Melia.


“Ibu, hentikan! Dia adalah Nona Melia dari Keluarga Lukito yang merupakan salah satu dari tiga


keluarga


123


besar!”


Tepat pada saat ini, Jiko berteriak dengan penuh amarah.


“Ah? Apa?”


Seolah–olah tersambar petir di siang bolong, Rina menatap Mella dengan tatapan kosong. Raut


wajahnya sudah tampak pucat pasi.


“Plak!”


“Plak!”


Melia mengangkat lengannya dan melayangkan satu demi satu tamparan keras ke wajah Rina.


Dalam sekejap, wajah Rina langsung memerah dan membengkak, sudut bibirnya juga berdarah.


Walaupun Jiko berjarak sangat dekat dengan ibunya, dia hanya bisa menyaksikan ibunya dipukul


tanpa


melakukan apa–apa.


Saat tersadar kembali, Rina merasa sangat kesakitan, tetapi dia tidak berani melakukan perlawanan.


Sebagai kerabat Keluarga Santosa, dia bisa bersikap arogan dan berbangga diri.


Kini, begitu bertemu dengan Melia yang merupakan anggota inti dari tiga keluarga besar, dia hanya


seperti pelayan yang bertemu dengan majikannya.


Bagaimana mungkin dia berani melawan saat dipukul oleh majikannya?


“Sudah, sudah, jangan sampai mengotori lantai, suruh mereka pergi sekarang juga.”


Melihat darah sudah mulai mengalir dari sudut bibir Rina, Ardika menghentikan aksi Melia.


Melia memelototi Rina dan berkata dengan dingin, “Lain kali kalau kalian berani bersikap lancang pada


Tuan Ardika lagi, aku akan meminta Handi untuk membunuh kalian secara langsung!”


Mengingat Handi yang sangat kejam, Jiko dan Rina langsung bergidik ngeri.


Dengan ekspresi pucat pasi, Jiko buru–buru minta maaf. “Maaf, Nona Melia. Ibuku nggak mengenal


Nona. Siapa sangka Nona Keluarga Lukito bekerja sebagai pengasuh di sini!”


Saking terkejut dan ketakutan, kata–kata itu keluar begitu saja dari mulut Jiko.


“Aku bukan pengasuh, melainkan pelayan!”


Melia berkata, “Menjadi pelayan Tuan Ardika adalah sebuah kehormatan bagiku. Kalian berani


bersikap lancang padanya, benar–benar cari mati saja. Cepat minta maaf pada Tuan Ardika!”


Jiko dan Rina mendongak, lalu menatap Ardika dengan tatapan ketakutan.


Elsy juga menatap Ardika dengan tatapan tidak percaya.


Ardika meminta Melia yang merupakan anggota inti Keluarga Lukito menjadi pelayan di sini untuk


melayani


2/3


orang tua Delvin dan putrinya!


Dia yang mengetahui dendam antara Delvin dengan tiga keluarga besar, tentu saja sudah mengetahui


dengan jelas tujuan Ardika melakukan hal seperti ini.


“Delvin, kamu punya seorang sahabat yang sangat baik!”


Elsy merasa sangat terharu sampai–sampai matanya berkaca–kaca.


“Nggak perlu minta maaf lagi, enyahlah!”


Ardika melambaikan tangannya.


Dia merasa ucapan maaf yang keluar dari mulut mereka karena terpaksa sama sekali tidak ada


artinya.


Jiko dan Rina segera pergi dengan terburu–buru. Elsy tahu Ardika tidak menyukainya. Setelah


memberi hormat pada pria itu, dia juga segera pergi.


“Tuan Ardika, aku akan pergi melanjutkan tugasku.”


Melia yang tadinya bersikap sangat arogan berubah menjadi pelayan yang patuh di hadapan Ardika.


“Melia.”


Saat dia hendak naik ke lantai atas, dia mendengar Ardika memanggil namanya.


Melia segera menoleh dan berkata dengan penuh hormat, “Tuan Ardika, ada keperluan apa?”


Ardika meliriknya dan berkata, “Tadi kamu sudah terlalu banyak bicara.”


Sontak saja begitu mendengar ucapan Ardika, ekspresi Melia langsung berubah menjadi pucat pasi.


Secara naluriah, dia berlutut di hadapan pria itu dengan gemetaran.


“Tuan Ardika, aku sudah bersalah!”



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.