Menantu Pahlawan Negara by Sarjana

Chatper 348



Chatper 348

Chatper 348


Bab 348 Hidup dan Mati Tergantung pada Mereka Sendiri


“Apa kamu pikir aku nggak tahu kamu sedang mencoba untuk mengirimkan informasi kepada tiga


keluarga besar? Berlagak pintar saja kamu!”


Ardika sedikit menundukkan kepalanya untuk melihat Melia yang sedang berlutut di hadapannya, nada


bicaranya sangat dingin.


Tadi, saat berada di hadapan Jiko dan Rina, Melia memanggilnya Tuan Ardika.


Wanita itu terlihat sangat hormat padanya.


Namun, sesungguhnya wanita itu ingin Jiko dan Rina memberi tahu tiga keluarga besar apa yang


mereka lihat dan apa yang mereka dengar.


Tujuan Melia adalah untuk memberi tahu tiga keluarga besar bahwa dirinya menjadi pelayan di tempat


ini


karena Ardika.


Kalau tiga keluarga besar cukup cerdas, seharusnya mereka bisa menebak bahwa identitas Ardika


tidak biasa.


Bagaimana mungkin trik rendahan seperti ini bisa mengelabui Ardika yang sudah berpengalaman di


medan perang dalam menghadapi perangkap musuh?


“Tuan Ardika, aku sudah bersalah. Aku hanya ingin memperingatkan keluargaku jangan memprovokasi


Tuan, agar keluargaku nggak mengalami musibah kehancuran!”


“Aku sama sekali nggak bermaksud untuk meminta mereka membalas dendam pada Tuan. Tuan


adalah Dewa Perang yang serbabisa. Hanya dengan satu patah kata dari Tuan, Keluarga Lukito pasti


akan hancur. Bagaimana mungkin aku melakukan hal seperti itu?”


Melihat Ardika sudah menyadari trik yang dimainkannya, saking terkejutnya, Melia terus bersujud dan



memberi penjelasan.


“Kalau begitu, kali ini aku akan memaafkanmu.”


Melihat Melia tidak bermaksud jahat, Ardika memintanya untuk berdiri.


Dia tahu Melia tidak berani berbohong di hadapannya.


Setelah merangkak bangkit dari lantai, tubuh Melia masih gemetaran.


Ardika berkata dengan datar, “Aku nggak akan mempermasalahkan hal tadi lagi. Tapi, aku juga ingin


lihat apakah mereka bisa memahami peringatan darimu. Hidup dan mati tiga keluarga besar


tergantung pada


mereka sendiri.”


“Terima kasih Tuan Ardika!”


Melia menghela napas lega. Namun, detik berikutnya dia mulai merasa gelisah.


Benar saja, tiga keluarga besar mengirim orang untuk mengawasi Kompleks Vila Cempaka.


Begitu Jiko dan Rina berjalan keluar dari gerbang kompleks, mereka langsung disuruh naik ke sebuah


mobil


1/3


dan diantar ke Vila Pelarum milik Keluarga Lukito.


Kebetulan kepala keluarga tiga keluarga besar sedang berada di sana. Mereka tampak sedang duduk


di tepi


danau di depan vila sambil memancing ikan.


Saking ketakutan, Jiko dan Rina langsung berlutut di hadapan Oliver.


Mereka mengatakan seharusnya mereka tidak bersikap lancang pada Mella yang merupakan Nona


Keluarga Lukito dan mengakui kesalahan mereka.


“Jangan beromong kosong lagi! Bagaimana kondisi Mella, putriku sekarang? Cepat ceritakan semua


yang kalian lihat dengan detail kepada kami!”


Oliver malas mendengar permintaan maaf mereka, dia hanya ingin mengetahui kondisi Melia


sekarang.


Rina sama sekali tidak berani berbicara, Jiko yang menceritakan semua yang mereka lihat dengan


terbata-


bata.


“Baguslah kalau Melia, putriku baik–baik saja. Tapi, Raka benar–benar berani menyuruhnya menjadi


pelayan


di sana! Benar–benar keterlaluan!”


Saking kesalnya, mata Oliver sudah memerah. Dia ingin sekali membunuh Raka sekarang juga.


“Kenapa Melia bersikap begitu hormat pada Ardika si pecundang itu? Apa mungkin itu pengaruh


karena dia


terlalu ketakutan? Kalau sampai hal seperti ini tersebar luas, bagaimana dengan reputasi tiga keluarga


besar?”


Dion dan Jesper tampak sangat tidak puas.


Mereka beranggapan bahwa Ardika yang merupakan menantu benalu Keluarga Basagita itu sangat


suka


meminjam kekuatan orang lain untuk menyebar rumor.


Kali ini, pria itu pasti akan menyebar rumor ini lagi.


“Kalau begitu, kita harus segera mencari cara untuk membunuh pecundang itu!”


Kilatan dingin dan tajam tampak jelas di mata Oliver.


Raka menjadikan Melia sebagai pelayan masih masuk di akal. Bagaimanapun juga, latar belakang pria


itu sangat kuat dan memiliki relasi yang luas.


Namun, sekarang, bahkan menantu benalu dan pecundang seperti Ardika juga berani bersikap tidak


hormat


pada putrinya.


Dia tidak bisa membiarkan hal seperti ini terjadi.


“Kita nggak perlu turun tangan sendiri, nggak lama lagi Billy akan menyerang Alden. Mereka pasti akan


memikirkan cara untuk melibatkan Ardika.”


“Selain itu, acara penggantian nama Grup Kejora menjadi Grup Bintang Darma akan diselenggarakan


dalam. dua hari ini. Kita haru membuat sedikit masalah untuknya. Kalau nggak, pria sialan itu akan


mengira kita takut padanya dan nggak berani melakukan serangan balik!”


2/3


Alih–alih berhasil memperingatkan tiga keluarga besar untuk tidak memprovokasi Ardika, trik yang


dimainkan


oleh Melia malah akan membawa tiga keluarga besar pada kehancuran.


Kesombongan tiga keluarga besar sudah mendarah daging, mereka tidak mungkin menganggap serius


Ardika.


Di vila nomor sembilan Kompleks Vila Cempaka.


Setelah kepergian Jiko dan Rina, Robin dan Selvi merasa sangat cemas.


Ardika mengira mereka masih terkejut dan ketakutan, Jadi dia memutuskan tetap berada di vila itu


untuk


menemani mereka makan malam.


Saat makan malam, Livy tampak tidak ceria.


Sama halnya dengan Robin dan Selvi, mereka tidak merasa terhibur oleh Ardika dan tetap terlihat


cemas.


Ardika masih berusaha untuk menghibur mereka, “Ayah, Ibu, kalian nggak perlu khawatir, nggak ada


seorang pun yang bisa merebut rumah ini dari kalian.”


“Lihat saja, sekarang aku bahkan sudah mempekerjakan pengawal untuk kalian. Ke depannya, nggak


ada seorang pun yang berani membuat keributan di sini lagi.”


Saat berbicara, Ardika menunjuk ke arah luar.


Soni memanggil empat tentara Pasukan Khusus Serigala yang sudah pensiun untuk menjaga


keamanan vila


nomor sembilan.


Ardika langsung membayar gaji selama tiga bulan kepada mereka di muka.


Karena sama–sama adalah tentara, Ardika tahu kehidupan mereka tidaklah mudah.


Ada kekurangan pada tubuh dari masing–masing keempat orang itu. Kalau tidak, mereka juga tidak


akan pensiun di usia muda.


Tentu saja, kekurangan pada tubuh mereka itu tidak akan memengaruhi mereka dalam menjalankan


tugas mereka.


“Kami bukan mengkhawatirkan tempat tinggal kami direbut oleh orang lain, kami mengkhawatirkan


Elsy. Hari ini, Jiko dan ibunya nggak berhasil merebut tempat tinggal kami, kami sudah bisa tenang.“.


Robin berkata sambil menghela napas, “Hanya saja, setelah Elsy kembali ke kediaman Keluarga


Santosa, dia pasti akan ditindas dan sangat menderita.”



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.