Menantu Pahlawan Negara by Sarjana

Chatper 359



Chatper 359

Chatper 359


Bab 359 Mengotori Wajahnya dengan Kue


Di dalam ruang pribadi.


Selain Airin, setiap orang yang berada di dalam ruangan itu berebutan untuk menyindir dan mengejek


Ardika.


Bahkan, Ardika datang menghadiri acara ulang tahun ini dengan mengendarai Ferrari 488 juga mereka


anggap sebagai hanya berlagak hebat di hadapan mereka.


Mereka semua sudah lupa, sejak awal Ardika tidak pernah berinisiatif untuk memamerkan apa pun


atau membanggakan dirinya sendiri.


Namun, mereka tidak memedulikan hal itu.


Hanya dengan mempermalukan Ardika dan menginjak–injak harga diri Ardika, mereka baru bisa


merasa tidak


terlalu malu.


Menghadapi sindiran dan ejekan orang–orang itu, Ardika tetap tampak tenang, bahkan seulas senyum


tipis tersungging di wajahnya.


Baginya, orang–orang ini sangat konyol.


Namun, orang–orang itu tidak menyadari ekspresi Ardika adalah wujud sindiran Ardika pada mereka.


Mereka hanya merasa menghadapi sindiran dan ejekan orang sebanyak ini, Ardika tidak bisa


mengucapkan sepatah kata pun untuk membela diri, melainkan hanya bisa tersenyum canggung.


Benar–benar seorang pecundang!


Saat ini, tiba–tiba seorang petinggi berseru, “Semuanya, jangan lupa tujuan kita berkumpul di sini


adalah untuk merayakan ulang tahun Cindi. Kita sudah membelikan kue ulang tahun untuk Cindi. Ayo


kita potong kue dan bagikan kue terlebih dahulu!”


Sesaat kemudian, dia mendorong sebuah kereta dorong bersama satu orang lainnya memasuki


ruangan.


Di atas kereta dorong itu sudah ada sebuah kue ulang tahun yang indah dan sudah dilengkapi dengan


lilin.


Di bawah sorakan gembira semua orang, Cindi berdoa agar semua impiannya bisa terwujud,


lalu.meniup lilin.


Ardika tahu kegembiraan orang–orang ini tidak ada hubungannya dengannya. Lagi pula, tujuannya


untuk menghadiri acara ini sudah tercapai.


Setelah berpamitan dengan Airin, dia langsung bangkit dan hendak pergi meninggalkan ruangan.


Saat ini, Cindi sudah mulai memotong kue.


Melihat Ardika hendak pergi, dia buru–buru berkata, “Ardika, jangan pergi dulu. Potongan kue


pertamaku ini aku persiapkan khusus untukmu!”


Dia meletakkan potongan kue itu pada piring plastik, lalu menyodorkannya kepada Ardika.


Ardika melirik wanita itu, lalu menggelengkan kepalanya dan berkata, “Aku sudah mau pulang, nggak


perlu makan kue lagi.”


1/3


“Ardika, jangan seperti itu. Hari ini adalah hari ulang tahun Cindi, apa kamu nggak bisa sedikit


menghargainya? Tadi kami hanya bercanda padamu. Apa hanya karena kami bercanda padamu saja,


kamu sudah marah?”


Filbert melangkah maju, menghalangi jalan Ardika.


Ardika meliriknya, lalu berkata dengan dingin, “Anjing baik nggak akan menghalangi jalan! Minggir


sana!”


Amarah Filbert langsung meluap.


‘Atas dasar apa pria pecundang seperti Ardika berbicara seperti itu padaku?!”


Dia baru hendak membuka mulutnya untuk memaki Ardika. Namun, sesaat kemudian dia malah


tertawa.


Tepat pada saat ini, tiba–tiba Cindi berjalan ke arah mereka dengan membawa kue, lalu


melemparkannya ke


tubuh Ardika.


“Plak!”


Ardika sama sekali tidak menyangka Cindi akan melakukan tindakan itu. Dalam sekejap, wajah Ardika


langsung kotor karena lemparan kue itu.


Cipratan krim kue membuat wajah dan rambutnya kacau balau.


“Dasar nggak tahu diri! Aku berbaik hati menawarimu makan kue, kamu malah menolakku! Kalau


begitu, kamu nggak perlu makan lagi!”


Cindi menyilangkan tangannya di depan dada, seulas senyum dingin mengembang di wajahnya.


“Coba kalian lihat dia, dia sudah berubah menjadi badut!”


“Ya ampun, dia benar–benar mirip sekali dengan badut!”


Tidak tahu kapan, orang–orang lainnya juga sudah selesai memotong kue mereka masing–masing,


lalu berjalan ke arah Ardika dengan membawa kue.


Dalam sekejap, potongan–potongan kue itu terbang ke arah Ardika.


Seketika itu pula, dari ujung kepala hingga ke ujung kaki Ardika sudah dipenuhi dengan potongan–


potong kue


dan krim kue!


Tidak berhenti sampai di sana, Filbert dan yang lainnya langsung mengambil tabung pita yang


biasanya sering disediakan dalam acara ulang tahun, lalu menembakkannya ke arah Ardika.


“Bam!”


“Bam!”


Setelah terdengar suara ledakan bagaikan ledakan kembang api, pita warna–warni yang tak terhitung


jumlahnya langsung jatuh ke seluruh tubuh Ardika dan menempel pada krim kue.


Saat ini, tubuh Ardika tampak berwarna–warni dan terlihat seolah membesar karena potongan–


potongan kue, krim kue beserta pita warna–warni yang menyelimuti tubuhnya.


2/3:


“Hahaha ….”


Melihat penampilan menyedihkan Ardika, Cindi dan yang lainnya tertawa terbahak–bahak.


Dengan mempermalukan Ardika, suasana di acara ulang tahun ini sudah mencapai klimaksnya.


Cindi melingkarkan tangannya di depan dadanya dan tertawa dengan sangat bangga. “Ardika, karena


Delvin bersikeras mengeluarkan pecundang sepertimu dari rumah sakit jiwa, Grup Bintang Darma baru


berakhir dengan kebangkrutan. Kami sudah melewati hari–hari yang sulit selama dua tahun. Semua ini


adalah utangmu pada kami!”


“Benar, pecundang ini adalah pembawa sial, seharusnya dia dikurung di rumah sakit jiwa sampai mati!”


Para petinggi lainnya juga terus tertawa sinis tanpa henti.



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.