Menantu Pahlawan Negara by Sarjana

Chatper 360



Chatper 360

Chatper 360


Dab 360 Menunjukkan Kebusukan


Ardika menyeka krim dan potongan–potongan kue yang mengotori wajahnya dalam diam.


Dengan kepribadiannya, dia pasti tidak bisa terima dipermalukan begitu saja oleh orang lain.


Dia ingin sekali melayangkan tamparan ke wajah Cindi, termasuk para petinggi lainnya,


Sekitar dua puluh orang di dalam ruang pribadi Ini, tidak ada seorang pun yang mampu menahan


tamparannya.


Namun, begitu mendengar ucapan Cindl, dia menurunkan lengannya yang sudah diam–diam dia


angkat.


Ternyata Cindi dan yang lainnya sedang membalas dendam karena dirinya sudah menyebabkan


kebangkrutan Grup Bintang Darma.


Mereka sedang melampiaskan kekesalan dan amarah yang sudah mereka pendam selama dua tahun.


Kalau hanya karena alasan ini, maka besok dia akan sedikit meringankan hukuman orang–orang ini.


Namun, tetap saja konsekuensi yang akan Cindi dan yang lainnya hadapi tidak sanggup mereka


terima.


“Karena kalian sudah selesai balas dendam, aku pergi dulu.”


Ardika berbalik dan hendak berjalan ke arah pintu.


“Berhenti kamu! Siapa yang mengizinkanmu pergi?!”


Filbert dan seorang pria lainnya menghalangi jalan Ardika dan menatap Ardika dengan tatapan galak


seolah-


olah ingin melahapnya hidup–hidup.


Cindi mendengus dingin dan berkata, “Apa kamu pikir hanya seperti ini saja semuanya sudah


berakhir? Kamu


benar–benar konyol!”


Ardika langsung menghentikan langkah kakinya, lalu berbalik dan bertanya, “Kalau begitu, apa yang


kalian


inginkan lagi?”


Cindi melirik orang–orang lainnya, lalu memelototi Ardika dan berkata, “Aku dengar dengan


mengandalkan identitas sebagai sahabat Delvin, kamu bekerja di Grup Bintang Darma? Apa benar


begitu?”


Pandangan semua orang, termasuk Airin terpaku pada Ardika.


“Ya.”


Ardika benar–benar tidak bisa menyangkal hal ini.


Kalau bukan karena Delvin, sahabatnya, dia tidak akan berinisiatif untuk menjadi presdir dan


mendirikan Grup Bintang Darma kembali.


“Huh, dasar pecundang nggak tahu malu! Berani–beraninya kamu mengakui hal ini! Apa kamu pikir


kamu memenuhi kualifikasi untuk bekerja di Grup Bintang Darma?!”


“Bagaimana kamu bisa bekerja di Grup Bintang Darma? Idiot yang baru saja keluar dari rumah sakit


jiwa


sepertimu nggak memenuhi kualifikasi untuk bekerja di Grup Bintang Darma!”


“Menantu benalu yang memalukan! Bekerja satu gedung dengan orang sepertimu hanya akan


membuat kami


malu saja!”


Para petinggi mulai melontarkan kata–kata makian pada Ardika.


“Ardika, kamu sudah dengar suara hati semua orang, ‘kan?”


Cindi menatap Ardika dengan tatapaṇ arogan dan berkata, “Grup Bintang Darma nggak menerima


kehadiranmu! Walau kamu sudah datang bekerja, kamu juga nggak akan bisa bertahan lama! Kalau


nggak ingin mempermalukan dirimu sendiri, sebaiknya kamu mengurungkan niatmu!”


Orang–orang lainnya juga menganggukkan kepala mereka, mereka semua menyetujui ucapan Cindi.


“Cindi, sepertinya kalian nggak berhak memutuskan apakah aku bisa tetap bekerja di Grup Bintang


Darma atau nggak, ‘kan?” tanya Ardika sambil tersenyum.


Orang–orang di hadapannya ini benar–benar terlalu memandang tinggi diri sendiri.


Mereka bisa kembali bekerja di Grup Bintang Darma juga atas instruksinya yang merupakan presdir


perusahaan.


“Kenapa kami nggak bisa memutuskan? Kami adalah petinggi Grup Bintang Darma, kami menang


jumlah. Kalaupun Pak Raka dan Bu Elsy benar–benar menuruti wasiat Delvin dan menjadikanmu


sebagai wakil direktur, kami juga tetap akan menyerangmu sampai kamu keluar dari perusahaan!”


“Mustahil saja dia bisa menjadi wakil presdir! Saat itu, jelas–jelas karena Delvin nggak mendengarkan


nasihat dan bersikeras mengeluarkan pecundang ini dari rumah sakit jiwa. Kalau nggak, perusahaan


juga nggak akan tertimpa musibah. Syukurin Delvin mati! Setelah ada Delvin sebagai contoh, Pak


Raka dan Bu Elsy pasti nggak akan mengambil keputusan sepihak lagi!”


Para petinggi saling bersahut–sahutan.


Tidak hanya memaki Ardika, mereka juga memaki Delvin, presdir mereka terdahulu yang sudah


meninggal.


Namun, orang–orang itu sama sekali tidak menyadari ada yang salah dengan ucapan mereka, mereka


malah mengucapkannya dengan penuh percaya diri.


Sorot mata Ardika berubah menjadi sedingin es, dia sudah mengingat wajah orang–orang itu.


Akhirnya orang–orang itu sudah menunjukkan kebusukan mereka.


Mereka bahkan bisa memaki Delvin yang merupakan pendiri Grup Bintang Darma, itu artinya mereka


sama sekali tidak memiliki perasaan apa pun pada Grup Bintang Darma, tidak ada kesetiaan dalam diri


mereka.


Sekarang mereka kembali hanya karena ada keuntungan yang bisa mereka peroleh.


“Brak!”


Tepat pada saat ini, Airin yang dari tadi hanya duduk di sofa, tiba–tiba menggebrak meja karena sudah


tidak tahan melihat pemandangan itu lagi.


“Bu Cindi, makin lama kalian sudah makin keterlaluan! Apa selama Pak Delvin masih hidup, dia pernah


213:


+15 BONUS


melakukan sesuatu yang buruk pada kalian?! Apa kalian pikir kalian pantas memaki seseorang yang


sudah


meninggal seperti itu?!”



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.