Menantu Pahlawan Negara by Sarjana

Chatper 361



Chatper 361

Chatper 361


Bab 361 Dipecat


“Bu Cindi, saat Pak Delvin membawa Grup Bintang Darma kembali ke Kota Banyuli, kamu baru lulus


kuliah dan belum mendapat pekerjaan, ‘kan? Saat itu, Pak Delvin nggak mempermasalahkan kamu


belum berpengalaman kerja dan merekrutmu sebagai tim asistennya. Apa kamu sudah lupa kamu


berutang budi padanya?!”


“Selain itu, saat Bu Elsy sedang hamil, kamu sengaja menggoda Pak Delvin dan ditolak oleh Pak


Delvin. Karena melihatmu masih sangat muda dan masih bisa ada harapan untuk berubah, dia


memindahkanmu ke perusahaan cabang tanpa memberi tahu hal ini kepada Bu Elsy. Apa kamu sudah


lupa Pak Delvin juga yang sudah menyelamatkan kariermu?!”


Ekspresi Cindi tampak muram, dia menatap Airin yang mengungkapkan semua keburukannya tanpa


henti itu dengan lekat.


Mendengar rahasia–rahasia memalukannya diekspos seperti itu, untuk sesaat dia tidak harus berkata


apa untuk menyangkal ucapan Airin.


Selesai mengungkapkan semua keburukan Cindi, Airin mengalihkan pandangannya ke arah Filbert.


“Pak Filbert, kamu adalah karyawan lama yang ikut merintis bisnis bersama Pak Delvin. Sebenarnya,


kami semua sudah tahu kemampuanmu nggak bisa mengikuti perkembangan perusahaan, uang dan


uang saja yang ada dalam otakmu itu.”


“Tapi, mengingatmu sudah merupakan karyawan lama, Pak Delvin nggak memecatmu, melainkan


memindahkanmu ke sebuah departemen yang nggak terlalu serius menguji kemampuanmu. Selain itu,


kamu


bahkan mengatai hal–hal buruk tentang Pak Delvin. Walau tahu kamu mengatainya, Pak Delvin tetap


nggak


berkomentar apa–apa.”


“Sebelum perusahaan bangkrut, alasanmu nggak mengkhianati perusahaan karena kamu sama sekali


nggak


punya kemampuan dan memenuhi kualifikasi untuk menjadi seorang pecundang!”


Mendengar ucapan Airin, Filbert benar–benar kesal setengah mati.


Namun, Airin tidak peduli, dia tetap melanjutkan kata–katanya dan mengekspos keburukan para


petinggi


lainnya.


Sebelum Grup Bintang Darma, dia juga bekerja di ruang presdir.


Dia mengetahui keburukan Cindi dan yang lainnya dengan sangat jelas.


Ini juga merupakan alasan mengapa Cindi selalu mempersulitnya.


-Dalam sekejap, hanya suara Airin yang terdengar di dalam ruang pribadi itu.


“Kalian hanya mengingat satu hal buruk yang dilakukan oleh Pak Delvin, yaitu membuat Grup Bintang


Darma bangkrut. Tapi, kalian sama sekali nggak ingat hal–hal baik yang telah dilakukannya.”


“Lagi pula, apa hal ini adalah salah Pak Delvin dan Ardika?! Jelas–jelas karena tiga keluarga besar


sangat serakah, keserakahan mereka sudah mendarah daging! Sejak awal, mereka sudah mengincar


Grup Bintang


Darma!”


“Kenapa kallan nggak berani memaki tiga keluarga besar yang sudah membuat hidup kalian


menderita?


Kallan malah melampiaskan amarah kalian pada sahabat Pak Delvin yang merupakan kaum lemah


pengidap gangguan jiwa.”


Pada akhirnya, Airin berkata dengan marah, “Kalian hanya bisa menindas yang lemah dan takut pada


yang


kuat!”


Sekitar dua puluh orang petinggi sama sekali tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun dimarahi oleh


seorang gadis seperti Airin.


Mereka tampak berdiri mematung di tempat dengan saraf–saraf yang menonjol di kening mereka.


Mereka memelototi Airin dengan penuh amarah. Saking kesalnya, mereka sudah hampir


memuntahkan darah.


“Airin, dasar wanita jalang! Aku akan mencabik–cabik mulutmu!”


Tiba–tiba, Filbert menerjang ke arah Airin dan hendak melayangkan tamparan ke wajah gadis itu.


Airin berdiri mematung di tempat dengan ekspresi pucat pasi, seolah–olah ketakutan melihat reaksi


Filbert.


“Krak!”


Hanya dalam sekejap mata, tiba–tiba sebuah lengan besar terulur dan mencengkeram pergelangan


tangan


Filbert, sampai–sampai pria itu tidak bisa bergerak.


“Kalau kamu berani memukulnya, hari ini aku akan melumpuhkanmu!”


Setelah melontarkan kalimat–kalimat sederhana itu dengan suara dalam, Ardika menghempaskan


tangan pria


itu.


Filbert mengusap–usap pergelangan tangannya yang terasa sangat sakit itu dan memelototi Ardika


dengan tajam. Namun, dia tidak berani bergerak lagi.


Airin tersadar kembali, dia menatap Cindi dan yang lainnya dengan tatapan cemas.


Pergerakan Filbert tadi bagaikan satu baskom air dingin yang mengguyur dirinya.


Amarah yang menyelimuti hati Airin langsung hilang tanpa meninggalkan jejak dan digantikan dengan


rasa


takut.


Tadi, karena benar–benar sudah tidak bisa menahan amarahnya yang bergejolak dalam hatinya lagi,


dia baru


memarahi Cindi dan para petinggi lainnya.


Sekarang dia sudah menyinggung para petinggi itu.


“Airin, kamu hanyalah seorang ketua tim, kamu nggak berhak berbicara di sini


Benar saja, setelah tersadar kembali, para petinggi itu langsung melontarkan makian kepada Airin


saking


malunya.


“Airin, mulai besok kamu nggak perlu bekerja di Grup Bintang Darma lagi!”


Cindi melontarkan satu kalimat itu dengan dingin.


Dia adalah wakil kepala departemen personalia, juga merupakan atasan Airin. Hanya dengan satu


kalimat darinya saja, dia sudah bisa memecat Airin.


“Gawat, ibuku sedang sakit, tapi aku malah kehilangan pekerjaanku….”


Dalam sekejap, ekspresi Airin langsung berubah menjadi pucat pasi, dia langsung menangis dengan


sedih.


saat itu juga.



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.