Menantu Pahlawan Negara by Sarjana

Chatper 412



Chatper 412

Chatper 412


Bab 412 Kalau Suka Berlutut Berlutut Saja Terus


Menyaksikan adegan yang terpampang nyata di hadapan mereka, Luna dan yang lainnya sangat


terkejut.


Hanya dengan satu teriakan dari Ardika, tiba–tiba sekelompok orang ini muncul begitu saja, lalu


menghajar Lukas dan yang lainnya yang tadinya masih sangat arogan itu hingga babak belur


tergeletak tak berdaya di tanah!


“Teman, aku adalah manajer dari departemen keamanan Grup Taruna, presdir kami bernama Taufik


Setiadi. Dari mana kalian berasal


Lukas merangkak bangkit dengan terhuyung–huyung dan melontarkan pertanyaan itu dengan gigi


terkatup.


“Plak!”


Zakheus kembali melayangkan satu tamparan ke wajahnya, sampai–sampai pria itu terjatuh kembali


ke tanah, lalu berkata dengan acuh tak acuh, “Cih! Grup Taruna bukan apa–apa! Aku adalah wakil


manajer departemen keamanan Grup Lautan Berlian! Presdir kami adalah Alden, Tuan Alden!”


“Apa? Grup Lautan Berlian?!”


Saking ketakutannya, Lukas sampai buang air kecil di celana.


Bagi setiap orang yang mengetahui informasi tentang dunia preman, pasti tahu seberapa kuat Grup


Lautan Berlian!


Lukas tahu kali ini dia sudah kalah, dia sudah kalah telak!


Melihat pemandangan itu, Hanif ketakutan setengah mati sampai giginya bergemeletuk.


Tepat pada saat ini, Ardika muncul di hadapannya.


“Apa yang akan kamu lakukan?!”


Tanpa sadar, Hanif mulai melangkah mundur.


“Bam!”


“Krak!”


Ardika menendang betis Hanif, sehingga pemuda itu terjatuh berlutut ke tanah. Saking kerasnya


benturan itu, tulang lututnya sampai patah!


“Ah! Ah!”


Rasa sakit yang luar biasa menjalar di sekujur tubuh Hanif, membuatnya terus merintih kesakitan.


“Ini adalah balasan atas perbuatanmu yang menyebabkan ibuku berlutut di hadapanmu.”


Selesai berbicara, Ardika melambaikan tangannya ke arah Handoko.


“Handoko, kemarilah. Berapa kali dan seberapa keras tadi dia memukulmu, sekarang giliranmu untuk


membalasnya.”


Handoko menganggukkan kepalanya. Kemudian, dia menghampiri Hanif dan melayangkan tamparan


bertubi–tubi ke wajah Hanif dengan mengerahkan seluruh kekuatannya.


“Plak plak…”


Seiring dengan terdengarnya suara tamparan tanpa henti, Hanif terus berteriak kesakitan. Handoko


tidak berhenti sebelum wajah Hanif tak berbentuk ditampar olehnya.


“Suruh mereka berlutut.”


Ardika melambaikan tangannya.


“Apa kalian nggak dengar? Kak Ardika meminta kalian berlutut!”


Di bawah ancaman tinju dan tendangan maut para petugas keamanan, Lukas dan lebih dari seratus


preman itu berlutut dengan tegak di tanah.


“Karena mereka suka berlutut, blarkan mereka berlutut semalaman di sini. Zakheus, kalian awasl


mereka.”


Ardika hanya melontarkan beberapa patah kata itu dengan acuh tak acuh.


“Siap, laksanakan!”


Zakheus langsung menuruti perintah Ardika tanpa berkomentar apa pun.


Handoko dibawa masuk kembali ke dalam klinik untuk menerima pengobatan.


Karena terjadi kejadian seperti ini, mereka tidak selera makan lagi. Luna mengantar teman–teman.


Handoko pulang.


Setelah Handoko selesal menerima pengobatan, Hanif, Lukas dan yang lainnya masih berlutut di sana.


Sementara itu, Zakheus dan yang lainnya berbaris dengan rapl untuk mengawasi mereka.


Di luar kerumunan itu, ada berlapis–lapls kerumunan penonton, mereka sedang membicarakan


kejadian tadi.


Mendengar petugas keamanan Grup Lautan Berlian menegakkan keadilan dan memberi pelajaran


kepada para preman, mereka semua melontarkan pujian.


Zakheus dan yang lainnya berdiri dengan bangga, merasa diri mereka sendiri sudah melakukan hal


yang baik.


Sepanjang perjalanan pulang, Desi bertanya dengan penasaran, “Ardika, kenapa petugas keamanan


Grup Lautan Berlian mendengar perintahmu?”


“Ibu, bukankah sebelumnya Ibu meminta Ardika untuk mencari pekerjaan? Dia sudah direkrut sebagai


petugas keamanan di Grup Lautan Berlian. Di hari pertama bekerja saja, dia sudah dipromosikan


menjadi manajer departemen keamanan Grup Lautan Berlian dengan mengandalkan kemampuannya


sendiri!” kata Luna dengan bangga.


Awalnya, dia masih merasa khawatir kalau dia mengatakan hal itu, Desi pasti tidak akan


memercayainya.


Sekarang. Desi sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri, jadi sudah lebih meyakinkan.


“Benarkah? Manajer departemen keamanan juga sudah termasuk pemimpin sebuah departemen!”


Desi menatap Ardika dengan tatapan terkejut, dia benar–benar takjub pada sosok menantu yang


selama ini dia pandang rendah itu.


“Ibu, aku bukan seorang pemimpin, aku hanyalah ‘penjaga‘ perusahaan orang lain.”


Saat berbicara, seulas senyum tersungging di wajah Ardika.


Mendengar kata–kata yang keluar dari mulut Ardika, Desi merasa mulai menyukai menantunya karena


menantunya tidak bersikap arogan setelah menduduki jabatan sebagai seorang manajer.


Saat makan malam, Desi bahkan secara khusus memasak sebuah hidangan istimewa untuk Ardika.


“Ardika, untung saja kamu sudah menjadi manajer departemen keamanan Grup Lautan Berlian. Kalau


nggak, aku nggak bisa membayangkan bagaimana Hanif akan menindas kita sekeluarga!”



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.