Ruang Untukmu

Bab 161



Bab 161

Bab 161


Bab 161


Setelah mengantar Jodi ke sekolah, Elan tidak langsung berangkat ke kantor. Dia malah membeli sarapan dan kembali ke rumah Tasya.


Kebetulan kunci rumah yang diberikan Tasya masih ada padanya.


Sambil menenteng sarapan, pria itu mengintip ke kamar utama melalui pintu yang terbuka. Melihat sang pemilik rumah masih terbungkus selimut, dia pun tersenyum sebelum masuk.


Kalau saja Tasya tahu Elan mengagumi tubuhnya saat tidur, dia pasti berbaring dengan posisi yang lebih layak. Masalahnya, pada saat itu dia terlihat seperti anak kucing yang sedang tidur pulas, dan posisi tidurnya berubah–ubah seiring waktu.


Elan sendiri bahkan tidak menyadari bahwa saat menatap Tasya, tatapannya berubah sangat lembut dan berkilat rindu.


Sementara itu, wanita yang sedang pulas itu berbaring dengan posisi terlentang. Cahaya matahari yang menyinari wajahnya menambah keindahan pada kulit mulus dan bibirnya yang merah. Pemandangan itu membuatnya terlihat sangat menggoda.


Elan jadi ingin menggigitnya karena penasaran bagaimana rasanya.


Saat itu, Tasya mengenakan piama dengan potongan kerah rendah sehingga tulang selangkanya terbuka dan refleks membuat pria itu menelan ludah.


Elan adalah sosok yang selalu tenang, tetapi wanita itu tahu bagaimana cara membuatnya kacau. Tasya selalu punya cara untuk merusak pertahanannya.


Akhirnya, Elan memilih untuk berhenti memandangi Tasya. Entah bagaimana, dia sangat yakin bahwa cepat atau lambat wanita itu akan menjadi miliknya.


Dengan keyakinan itu, Elan pun bangun dan pergi.


Berhubung Tasya tidak punya kebiasaan tidur, jam biologis di tubuhnya


selalu membangunkannya. Namun, dia akhirnya benar-benar bangun saat mendengar suara klakson mobil di luar.


Dia pun membuka mata dan melamun sebentar sebelum turun dari tempat tidur. Setelahnya, dia perlahan mencuci muka dan menggosok gigi Saat dia keluar dari kamar untuk mengambil segelas air, sosok seorang pria yang duduk di sofa membuatnya kaget setengah mati.


“Kamu..” Mata Tasya terbelalak. Dia menatap marah seraya bertanya, “Kenapa kamu ke sini lagi?”


“Aku bawa sarapan untukmu,” jawab Elan sambil mengangkat alis.


Tasya refleks melihat pintu kamarnya yang terbuka lebar. Jadi, pria itu bisa melihat Tasya tidur kapan pun dia mau dari posisi itu?


Apa dia melihat aku tidur?


Jelas, Tasya sudah tahu jawabannya. Tentu saja Elan melihatnya tidur. Apa tadi air liurku keluar? Apa posisiku memalukan? Apa aku tadi mengigau?


Entah kenapa, pipi wanita itu bersemu merah. Seketika dia melihat ke bawah dan merasa lega piamanya terlihat normal–normal saja. Dia pun berdeham ringan dan berkata, “Pergilah sekarang.”


“Aku menunggumu selesai sarapan. Kita bisa berangkat kerja bersama.


“Tidak perlu. Aku naik taksi saja. Tidak usah menungguku.”


“Aku tetap mau menunggumu,” jawab Elan tanpa ragu dengan suara rendah yang seksi


Kening Tasya berkerut. Memangnya dia kira ini rumahnya? Kenapa juga dia tinggal di apartemen tiga kamar yang sempit seperti ini padahal rumahnya besar pikirnya


Perutnya keroncongan Jadi, dia berjalan ke meja dan mulai menyantap sarapan yang dibawakan Elan Wanita itu melirik pria di hadapannya Kameran berpura pura khawatir dan bertanya, “Kamu sudah makan


“Sudah, jawit blan sambil melink ke arahnya


“Bagaimana perutmu? Sudah lebih mendingan?” Tasya berharap perutnya membaik saat menanyakan itu. Kalau memburuk, hatinya akan dipenuhi oleh rasa bersalah.


“Sudah tidak apa–apa sekarang. Tolong perlakukan perutku dengan lebih baik mulai sekarang, Nona Merian,” jawab pria itu seraya mendengus. Jelas sekali kejadian kemarin membuatnya kesal.


Rasa bersalah menyelimuti hatinya. Tasya pun menjawab, “Baiklah. Aku akan lebih hati–hati mulai sekarang.”


Elan tersenyum puas sebelum berkata lagi, “Nona Merian, kamu menggemaskan sekali saat sedang tidur.”


“K–Kamu tidak boleh masuk ke kamarku tanpa izin mulai sekarang! Itu privasiku, paham?” Tasya memperingatkan Elan sebagai pemilik rumah itu.


Pria itu mengangkat alis dan menjawab dengan nada malas, “Baiklah. Aku tidak akan masuk kamarmu mulai sekarang.”


Tentu saja, Tasya tidak memercayai Elan semudah itu. Dia pun mendengus sebagai tanggapan. “Sebaiknya tepati janjimu itu.”


Setelah sarapan, Tasya akhirnya memutuskan untuk menumpang mobil Elan. Akan tetapi, setelah masuk mobil, dia melihat jam sudah menunjukkan pukul 9.20. Astaga, aku gagal dapat bonus kehadiran penuh lagi bulan ini!


Previous Chapter


Next Chapter



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.