Ruang Untukmu

Bab 162



Bab 162

Bab 162


Bab 162


Elan melihat Tasya di sebelahnya menghela napas. Jadi, dia bertanya karena penasaran, “Kenapa?”


“Gara–gara kamu, bonus kehadiran penuhku jadi hilang.” Menurut Tasya, semua itu salah Elan. Andai saja pria itu tidak menginap, dia pasti tidak kurang tidur semalam.


Kalau tidak kurang tidur, dia tidak akan melewatkan kesempatan untuk sampai di kantor tepat waktu.


“Memangnya kamu sebegitunya butuh uang?” tanya pria itu geli.


“Tentu saja. Kamu pikir semua orang punya kantong yang penuh uang sepertimu? Orang–orang biasa seperti kami ini harus berhati–hati menghabiskan setiap receh, tahu!” protes Tasya.


Mendengar jawaban itu, Elan jadi ingin menebusnya. Dia pun berkata, “Ya sudah. Aku akan bilang pada mereka untuk memberikanmu bonus kehadiran penuh bulan ini.”


Suasana hati Tasya seketika membaik dan senyumnya merekah. “Serius?”


Pria itu mengangguk kemudian mendeham sebagai jawaban.


Tasya benar–benar gembira. Dia melihat ke luar jendela dan teringat akan kesepakatan pembuatan set kunci dan kunci khusus seharga sepuluh miliar.


Tenggat waktunya lusa, jadi dia harus segera membuat desain.


Begitu mereka sampai di tempat parkir bawah tanah perusahaan, Tasya langsung berlari ke luar mobil karena tidak mau masuk ke lift yang sama dengan seseorang. Setelah mengunci mobil, Elan mendengus begitu tahu Tasya sudah menghilang dari lorong lift.


Segera setelah memasuki ruangannya, Tasya langsung menelepon Maya menggunakan telepon perusahaan.


“Maya, bisa masuk sebentar?”


Maya mengira dia ingin dibawakan kopi. Jadi, Maya masuk sambil


membawa secangkir kopi di tangannya, “Bu Tasya, ini kopinya. Kali ini saya tambahkan krim karena Ibu bilang kopi yang kemarin terlalu pahit.”


Tasya mengangguk tersentuh. Namun, ada hal yang perlu dia tanyakan.


“Maya, siapa yang bilang padamu kalau Pak Elan ingin bertemu denganku?” tanya Tasya serius.


Maya mengerjap seraya berpikir sejenak. Setelah itu, dia menjawab, “Romi dari divisi perencanaan yang memberi tahu saya. Dia datang ke meja saya sambil memegang beberapa dokumen kemudian memberi tahu saya seperti itu. Saya pun langsung menyampaikannya pada Ibu.”


“Siapa yang menyuruhnya? Apa dia bilang padamu?”


Maya menjawab seraya menggeleng, “Saya tidak tanya. Ibu mau saya tanyakan pada Romi sekarang?”


Tasya tidak bisa apa–apa setelah mendengar jawaban itu. “Tidak usah. Saya cuma tanya karena Pak Elan tidak ada di ruangannya kemarin.”


Sepertinya Helen telah memasukkan beberapa orang dalam. Itulah sebabnya dia bisa menyuruh orang mana pun untuk memberi tahunya tentang hal itu. Dia yakin orang yang memanggil Romi juga disuruh oleh seseorang. Kalau mau, Tasya bisa saja mencari dalang di balik kejadian itu. Namun, dia tidak ingin menakuti dan membuat pelakunya menjadi waspada. Pada akhirnya, dia cuma bisa menenangkan diri dan lebih berhati–hati apabila hal–hal semacam itu terjadi lagi lain kali.


Tasya mulai larut dalam keasyikannya mendesain. Pertama, dia membuat dua gambar, yaitu sebuah gembok dan sebuah kunci. Banyak pasangan yang menyukai konsep seperti ini. Hati laki–laki sering dilambangkan dengan gembok. Butuh sentuhan lembut seorang wanita yang dilambangkan dengan kunci supaya keduanya bisa saling menerima apa adanya,


Berhubung Tasya mendapatkan inspirasi yang sangat bagus, dia mulai mendesain dengan mulus hingga dua gambar detail pun selesai. Desain


kuncinya udak tampak tajam. Sebaliknya, desainnya sangat indah dengan fepian yang balus. Selain itu, sayang kunci berbentuk oval dengan bagian bawah yang tipis. Ada ukiran yang indah di atasnya, membuat kunci itu tampak menonjol


Dia ingat inisial yang disebutkan pelanggannya dan mulai mendesain logo di sampingnya. Dengan hati–hati, dia menghubungkan huruf E dan H.


Setelah draf kasar sudah jadi, Tasya mulai menggambar di komputer. Dia juga menambahkan warna sambil mengubah detailnya.


Tiba–tiba, pintu ruangan diketuk. Saat pintu dibuka, Maya muncul bersama seseorang yang memegang karangan bunga yang sangat indah. Orang itu pun bertanya, “Dengan Bu Tasya? Ini ada kiriman bunga untuk Ibu.”


Melihat bunga, Tasya langsung tahu Nando–lah yang mengirimnya. Sepertinya pria itu mengabaikan kata–katanya untuk tidak mengirimkan bunga.


“Terima kasih. Tolong taruh saja di sofa,” kata Tasya sambil tersenyum.


Sepuluh menit kemudian, Maya mengetuk pintu lagi. “Bu Tasya, ada kiriman bunga lagi.”


Setelah mengatakan itu, karyawan dari toko bunga yang berbeda muncul dengan buket mawar super besar. Jelas sekali buket bunga itu diimpor. Bunga–bunga itu sangat cantik dan segar seolah–olah baru dipetik.


Previous Chapter


Next Chapter



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.