Ruang Untukmu

Bab 389



Bab 389

Bab 389


Ruang Untukmu


Bab 389


Tasya tak tahan lagi, lalu melunak dan bersandar di dadanya sembari mendengar irama detak jantungnya yang jelas dan tak terhindarkan.


Elan memutar kepalanya untuk mengecup kepala Tasya. Sungguh hal yang luar biasa merasakan dia kembali ke dalam pelukannya.


Dadanya yang bidang memberinya rasa aman yang kuat, seolah-olah menyampaikan pesan bahwa tidak ada yang perlu dia takutkan. Sejak kapan Tasya mulai menyukai perasaan ini!?


Keduanya menonton siaran bisnis bersama-sama. Namun, saluran ini hanya cocok untuk orang seperti Elan, karena tak lama setelahnya Tasya mulai mengantuk. Terlebih lagi, dia sangat nyaman berada dalam pelukan hangat laki-laki itu.


Dalam sekejap, tanpa sadar Tasya telah menutup matanya, rupanya rasa kantuk tak ampun lagi telah menyerangnya. Tak lama kemudian, dia mulai bernapas secara teratur.


Melihatnya tertidur, Elan mematikan TV lalu menggendongnya.


Namun, seketika Tasya terbangun dan secara spontan melingkarkan lengannya ke leher Elan, menatapnya dengan sorot penuh gairah cinta. “Ke mana kamu akan membawaku?”


“Tidur,”


“Aku akan tidur dengan Jodi.” Dia tidak punya niat untuk tidur dengan laki-laki ini!


Namun, Elan tetap menggendongnya menuju ke kamar tidur utama. “Tidak ada bedanya.”


Bagaimana bisa sama!? Rasa kantuk Tasya segera menghilang, dan dia langsung berjalan menuju ke pintu tepat setelah Elan menurunkannya. Akan tetapi, Elan segera menariknya ke dalam pelukannya, memaksa dia untuk menghadapnya.


Akibatnya rambut Tasya tergerai, dan gaun malam beludru berwarna putih susunya membuat wajahnya polos tetapi menggoda. Sudah barang tentu ini membuat Elan tak bisa lagi menahan hasratnya.


Elan menelan ludah, terlihat seperti berusaha keras sedang menahan sesuatu.


Tasya merasakan sifat posesif pada sorot mata Elan, dan segera memperingatinya, “Kamu jangan be-” segera saja Elan membuatnya menelan kata ‘berani.


Patut diakui, Tasya tidak bisa menolak ciumannya setiap saat. Terasa seperti ada sensasi yang aneh tetapi juga geli, membuatnya menginginkan lagi dan lagi walaupun malu.


Tiba-uba, Elan melepasnya dan bertanya dengan suara parau, “Kamu menginginkannya?”


“Tidak!” Tasya menyangkal keras hasratnya sendiri, tetapi jauh di dalam hatinya, dia ingin memuaskannya. Dia ingin melihat apakah dirinya bisa menerima pendekatan yang dilakukan Elan. Tidak hanya itu, dia ingin melihat apakah trauma yang dia timbulkan akan kembali hadir.


Dia tidak ingin trauma yang tercipta lima tahun lalu terus menghantuinya sepanjang hidup,


karena ia rindu untuk merasakan kebahagiaan sebagai seorang perempuan. Namun, dia tetap mendorong tubuh Elan menjauh darinya sambil berkata, “Sudah larut malam. Kamu harus bangun dan bersiap pagi sekali.”


Jodi ada di rumah, astaga!


Elan hanya bertanya. Bagaimanapun juga, Tasya yang harus menginginkannya. Jika tidak, maka Elan tidak akan memaksanya meskipun gejolak dalam dirinya begitu meluap-luap.


Tasya masuk ke dalam kamar Jodi, tetapi tidak bisa berhenti memikirkan Elan, ciumannya, napasnya dan juga tatapan tajam matanya.


Keesokan harinya, Tasya membuka mata dan menemukan sepasang mata malaikat sedang menatapnya.


“Ada apa?” Dia duduk dan menciumi putra semata wayangnya itu.


“Mama, aku bisa terlambat ke sekolah,” ucap Jodi serius.


“Hah? Bukankah hari ini Sabtu?”


“Bukan. Ini Jumat!” Apakah Mama sedang bermimpi?


Tasya menepuk keningnya mendengar hal itu. Sepanjang malam dia tidak bisa tidur, gara-gara Elan. Benar, Elan! Dia bermalam di sini. Teringat hal itu, dia pun bertanya sambil tersenyum, “Apakah Om Elan sudah bangun?”


“Sudah! Dia sedang menunggu Mama di ruang tengah.”


“Kalau begitu… Minta Om Elan untuk mengantarmu ke sekolah! Mama masih sangat mengantuk.” Untuk kali ini Tasya ingin bermalas-malasan.


“Baiklah!” Bocah mungil itu kemudian ke luar, dengan berseri-seri.


“Om Elan, Mama masih ingin tidur. Bisakah Om Elan mengantarku ke sekolah?”


Tentu saja, lebih dari senang, dia menjawab sambil tersenyum, “Tentu saja! Ayo, siapkan tas sekolahmu. Biar aku bilang Mamamu dulu.”


“Oke.”


Tasya, yang masih setengah sadar, sudah berganti posisi agar bisa kembali tidur dengan nyaman saat didengarnya pintu dibuka. Kemudian, ia mendengar langkah kaki mendekatinya. Spontan, dia menjulurkan tangan untuk menepuk kaki orang yang baru datang sambil berkata, “Cepat kamu pergi ke sekolah, Jodi!”


Jodi?!


Elan terkekeh ringan, tetapi sedikit kesal. Perempuan ini benar-benar berani mengambil keuntungan darinya.


Setelah itu, dia membungkuk dan menyorongkan tubuhnya, mendekati Tasya “Tentu, aku akan


antar anakmu ke sekolah. Tetapi sebelum itu kamu harus menciumku sebagai imbalannya.


Terkejut, Tasya terbangun sepenuhnya dan secara refleks menutup wajahnya. “Napasku bau!*


Previous Chapter


Next Chapter



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.