Ruang Untukmu

Bad 971



Bad 971

Bad 971


Bab 971


“Kamu sedang melepaskan pakaian?” Anita tidak tahan untuk menyuarakan rasa ingin tahunya.


Raditya bersenandung genit lalu bertanya, “Mau melihat?”


“Lihat apa?” Anita tidak mengerti.


“Kita bisa melakukan panggilan video, jadi kamu bisa melihat tubuh saya.” Tawarnya dengan senang hati.


Napasnya menjadi sedikit berat. “Raditya Laksmana, hentikan.”


Ke mana perginya sikapnya yang dingin dan tenang itu?


Dia tertawa. “Oke, saya mau masuk ke kamar mandi sekarang. Lain kali akan saya perlihatkan padamu.”


Sebenarnya, Anita bisa membayangkan tubuhnya dengan jelas tanpa harus melihatnya. Bukan berarti dia tidak pernah mengintip beberapa kali saat di markas itu.


“Baiklah. Jangan tidur malam–malam. Selamat malam.” Anita kemudian menutup teleponnya lalu menjatuhkan diri di atas kasur. Perutnya bergejolak dengan perasaan campur aduk bersamaan dengan rasa bersalahnya terhadap Ani. Meskipun pertunangan sudah dibatalkan, dia belum bisa melupakan.


Pagi harinya, Anita bangun dan memilih mantel yang terlihat modis dan feminin untuk pergi ke kantor dengan Darwanti.


Hari ini, Darwanti akan mengumumkan kabar kalau Anita akan mengambil alih posisinya di dalam rapat pemegang saham. Kalau dipikir–pikir, Anita mengubah perilaku sehari–harinya dengan


kesungguhan.


Selama rapat, semua orang memperlakukannya dengan sopan sambil menutupi keraguan dalam tatapan mereka. Bagaimanapun juga, Anita masih terlalu muda di mata mereka.


Perusahaan bernilai trilyunan itu diserahkan begitu saja kepada perempuan berumur dua puluh lima tahun; satu kesalahan signifikan saat pengambilan keputusan dapat membuat kerugian besar,


Meskipun begitu, pendapat mereka tidak luput dari perhatian Anita. Terlepas dari tekanan yang ada, Anita sangat percaya diri; walaupun muda belia, dia memiliki lebih banyak waktu untuk belajar dan berkembang.


Saat rapat akan berakhir, dia melirik jam; sudah pukul 11:18. Dia melihat ke arah Darwanti, yang masih berbicara dan merasa gelisah karena tidak sabar akan makan siang bersama Raditya.


“Oke. Anita, silákan sampaikan sepatah dua patalı kata.” Darwanti melirik ke arah Anita.


Anita bangkit dari tempat duduknya dan tersenyum pada para pemegang saham yang duduk di sepanjang meja panjang. “Saya sangat senang sekali bisa berada di sini, dan adalah sebuah kehormatan bagi saya untuk dapat menggantikan posisi ibu saya. Ke depannya, saya harap kalian bisa menamh kepercayaan pada saya, mendukung saya dan juga mengakui kemampuan saya. Terima kasih.”


Darwanti memandangi putrinya dengan rasa bangga. Dia juga sadar akan sikap ragu para pemegang saham terhadap pengalihan posisi pada Anita, tetapi pasti akan membantunya dari balik layar untuk menguatkan


nosisinva


“Kalau begitu rapat hari ini cukup sampai di sini. Terima kasih.”


Anita menghela napas lega. Ketika dia bangkit dari tempat duduknya, Darwanti memanggilnya, “Anita, ayo kita makan siang bersama di suatu tempat.”


“Tetapi saya sudah ada rencana dengan teman saya.”


“Kalau begitu, tidak apa–apa.” Darwanti mengangguk setuju, karena putrinya sedang memperluas lingkaran sosialnya.


Anita kemudian keluar dari pintu masuk dan melihat mobil SUV hitam sudah terparkir di seberang jalan. Mirip dengan binatang buas yang kuat, kendaraan besar dan hitam itu sama hebat dengan pemiliknya.


Dia menyapukan pandangannya dari kiri ke kanan sebelum mendekati bangku penumpang dan masuk ke dalam mobil.


Laki–laki, yang duduk di bangku pengemudi, menyaksikan setiap ekspresi gadis itu dan kekaguman tersimpan di matanya. Perilaku Anita terlihat begitu menggemaskan baginya.


Setelah duduk di bangku penumpang, Anita menghembuskan napas lega sebelum menoleh ke laki– laki yang mengenakan switer hitam. Sepertinya dia sangat menyukai switer hitam seperti ini yang sangat pas dengan tubuhnya, sehingga menonjolkan ketampanannya dan citra apik seorang laki–laki gagah dan kokoh. Anita tergila–gila dengan selera fesyennya.


“Apakah saya sudah membuatmu menunggu?” Anita merapikan rambutnya ke samping dan tersenyum padanya.


“Saya tiba belum terlalu lama.” Raditya mengulurkan tangannya ke bangku belakang untuk mengambil buket bunga untuknya. “Ini untukmu.”


Tepat ketika itu Anita tercengang beberapa detik. Saya tidak tahu sisi ini darinya. Bunga mawar! Saya kira kata ‘romantis‘ tidak pernah ada dalam kamusnya!


Dengan wajah manis, dia menerima bunga cantik yang membangkitkan suasana hatinya.


“Apakah kamu memilihnya sendiri?” Dia mengendus bunga itu sambil bertanya padanya.



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.