Ruang Untukmu

Bad 972



Bad 972

Bad 972


Bab 972


“Hmm, saya memilih satu persatu dan meminta karyawan toko untuk merangkainya menjadi buket.”


Bayangan Raditya saat memilih bunga dengan teliti di toko bunga membuat Anita geli dan buket di tangannya menjadi semakin berharga.


“Kita akan ke mana?” tanya Anita.


“Kamu akan tahu saat tiba nanti.” Raditya membiarkannya penasaran. Terlihat senyuman di wajahnya yang selalu kaku, menunjukkan betapa bahagia dirinya saat itu.


Oleh karena itu, Anita tidak mengejarnya dengan pertanyaan lanjutan dan memutuskan untuk menurutinya. Ke manapun tujuan mereka pergi, dia merasa bahagia selama bisa bersamanya.


Baru ketika memasuki restoran kelas atas itu Anita menyadari bahwa Raditya sudah memesan tempat di restoran paling mewah dan mahal di kota ini.


Anita merasa tertolok saat merenung betapa Raditya akan mengeluarkan banyak uang untuk makan di sini. Setelah duduk, Anita berbisik, “Kamu tidak perlu mengajak saya makan di tempat yang mahal seperti ini. Saya tidak masalah makan di tempat lain.”


Raditya menopang dagu dengan tangannya lalu tersenyum. “Kamu khawatir saya tidak akan bisa membayar?”


“Saya hanya tidak ingin kamu menghabiskan uangmu demi saya.”


“Tetapi saya ingin memberikan yang terbaik untukmu.” Pandangannya terpaku pada Anita.


Merasa kebahagiaan semanis madu bersemi di dalam dadanya, Anita mengerucutkan bibirnya sebelum menunjukkan senyum manisnya. Dia kerap kali lemah dengan kasih sayang dan perhatian laki–laki itu.


Kemudian, dia melihat meja lain yang diisi oleh empat orang gadis, yang tampaknya dari keluarga kaya raya. Mereka terus melirik ke arah Raditya dan dua di antaranya tertawa–tawa untuk menarik perhatiannya.


Anita sangat tahu trik kecil mereka ini. Dia bahkan bisa menghitung sudah berapa kali mereka melirik laki- laki di hadapannya ini.


Raditya rupanya sangat popular, memiliki banyak pengagum yang mengitarinya, yang membuatnya bertanya- tanya, Benarkah dia bujangan sebelum bertemu saya?


Sejujurnya dia merasa kalau Raditya adalah target yang mudah karena hanya membutuhkan waktu kurang dari dua bulan untuk memenangkan hatinya.


Ditambah, pendekatan dan rayuan yang dilancarkan Anita sangatlah mudali; bukankah berarti hanya butuh waktu lebih singkat untuk menaklukkannya jika ada pemain yang lebih baik?


Anita bangkit dari mejanya dan pergi ke toilet. Saat kembali, sudah ada seorang perempuan cantik berdiri di sebelah mejanya, sedang menggoda Raditya.


Mata Anita menyipit tajam. Sungguh tidak senang apabila ada orang lain yang menginginkan miliknya.


memandangi gadis itu dengan tatapan peringatan sambil menyilangkan lengan.


Merasa tidak takut, gadis itu pun tersenyum dan kembali ke tempat duduknya. Jelas, Anita bukan siapa–siapa


di matanya.


Kemudian Anita duduk, tetapi matanya tetap terpusat pada gadis itu, yang membalas dengan sorot mata


menantang.


Di sisi lain, Raditya senang melihatnya cemburu, meskipun hatinya juga ikut kesal. Gadis itu datang menawarkan minuman, tetapi sebelum dia sempat merespon, Anita sudah kembali.


Gadis di meja sebelah, yang sedang perang dingin dengan Anita, sadar kalau Raditya melihat ke arahnya. Dalam sekejap, dia memandanginya dengan genit dengan tujuan menggoda sambil membuat Anita kesal.


Namun, seketika itu, Raditya memiringkan kepalanya dan melototinya, dengan dingin `dan tajam seperti pedang Raja Arthur.


Jantungnya berhenti berdetak saking ketakutan, karena tidak pernah merasakan tatapan yang sangat tajam sebelumnya. Sungguh menakutkan dan menyiksa.


“Ayo kita pergi.” Dia tidak bisa duduk diam di sana saking ketakutannya lalu menarik teman–temannya untuk meninggalkan tempat itu.


Sementara Anita kecewa karena mereka pergi tanpa menghabiskan makanannya, Raditya berkata, “Tidak perlu peduli dengan orang asing. Kita makan saja.”


Sambil berpikir hal yang sama, Anita merasa tidak ada gunanya membuang–buang waktu. Kemudian, tatapannya tertuju pada stik daging pada piring Raditya, yang tampak lebih menggiurkan daripada makanannya sendiri. Dia menunjuk piring itu. “Saya ingin mencoba makananmu.”


Raditya menyodorkan potongan kecil stiknya ke mulut Anita dan dia mengunyahnya dengan hati gembira. “Hmm. Lebih lezat dari makanan saya.”


“Saya akan pesan satu lagi untukmu,” ujarnya.


“Tidak. Saya ingin yang ada di piringmu.” Dia sebenarnya sudah kenyang, tetapi bersikap seperti ingin merampas habis makanannya.



Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.